Fenomena
Tawuran Pelajar sebagai Gejala Destruksi Sistem Sosial Masyarakat Indonesia
Disusun oleh :
Oni Imas Anita
11417141024
Dyah Retnowati
11417141035
ILMU
ADMINISTRASI NEGARA (A)
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kasus
tawuran antar pelajar merupakan salah
satu kasus yang sering dijumpai dimasyarakat. Seringkali para pelajar bertindak
bodoh dengan melakukan tawuran oleh hal – hal sepele. Tawuran yang sering dilakukan pada sekelompok remaja
terutama oleh para pelajar seolah sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan
pembicaraan yang asing lagi ditelinga kita. Inilah beberapa contoh yang bisa
saya kemukakan sebagai bukti terjadinya tawuran yang dilakukan oleh para remaja
beberapa tahun lalu. Di Palembang pada tanggal 23 September 2006 terjadi
tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, di
antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA KERTAPATI dan SMKN 4 (harian pagi
Sumatra ekspres Palembang).
Di Subang pada tanggal 26 Januari 2006
terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi (harian
pikiran rakyat). Di Makasar pada tanggal 19 September 2006 terjadi tawuran
antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com).
Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah
saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa
Universitas Negeri Makasar terlibat tawuran dengan sesama rekannya disebabkan
pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah (tempointeraktif.com). Sedangkan di
Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005 terjadi tawuran antara pelajar
SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputan6.com).
Fenomena ini merupakan masalah yang timbul
akibat dari perubahan nilai yang dianut oleh segelintir pelajar. Hal ini
disebabkan masuknya pengaruh dari luar yang memiliki dampak negatif dan lunturnya nilai – nilai
yang dianut sebagian pelajar yang melakukan aksi tawuran. Kasus ini merupakan
perilaku sosial yang menyimpang yang mengacu pada gejala destruksi sistem sosial
masyarakat Indonesia. Paper ini akan
mencoba membahas implikasi sistem sosial yang telah terkontaminasi oleh efek
negatif budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai – nilai yang dianut
masyarakat Indonesia.
Rumusan Masalah
1. Mengapa
Destruksi Sistem Sosial bisa membuat perilaku sosial menyimpang khususnya
tawuran pelajar?
2. Bagaimana
cara memperbaiki sistem sosial masyarakat agar tidak terjadi destruksi lebih
jauh lagi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan
Teori
Pengertian Sistem sosial
Sistem sosial adalah suatu sistem yang
terdiri dari elemen-elemen sosial. Elemen tersebut terdiri atas
tindakan-tindakan sosial yang dilakukan individu-individu yang berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Dalam sistem sosial terdapat individu-individu yang
berinteraksi dan bersosialisasi sehingga tercipta hubungan-hubungan sosial.
Keseluruhan hubungan sosial tersebut membentuk struktur sosial dalam kelompok
maupun masyarakat yang akhirnya akan menentukan corak masyarakat tersebut.
Sistem sosial mempengaruhi perilaku manusia,
karena di dalam suatu sistem sosial tercakup pula
nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota
masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu
mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial
lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut.
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut.
Menurut Charles P. Loomis,
masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas sembilan unsur berikut
ini.
1) Kepercayaan dan
Pengetahuan
Unsur ini merupakan unsur yang
paling penting dalam sistem sosial, karena perilaku anggota dalam masyarakat
sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui
tentang kebenaran, sistem religi, dan cara-cara penyembahan kepada sang
pencipta alam semesta.
2) Perasaan
Unsur ini merupakan keadaan jiwa
manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya, termasuk di dalamnya
sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan situasi
kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak
terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.
3) Tujuan
Manusia sebagai makhluk sosial
dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus
dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan keadaan yang
sudah ada.
4) Kedudukan (Status) dan
Peran ( Role )
Kedudukan (status) adalah posisi
seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam
arti lingkungan pergaulan, prestasi, hak, serta kewajibannya. Kedudukan
menentukan peran atau apa yang harus diperbuatnya bagi masyarakat sesuai dengan
status yang dimilikinya. Jadi peran ( role ) merupakan pelaksanaan hak
dan kewajiban seseorang sehubungan dengan status yang melekat padanya.
Contohnya seorang guru (status) mempunyai peranan untuk membimbing,
mengarahkan, dan memberikan atau menyampaikan materi pelajaran kepada
siswa-siswanya.
5) Kaidah atau Norma
Norma adalah pedoman tentang
perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok atau masyarakat atau
biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan patokan-patokan
tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi-situasi tertentu dan
merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem
sosial. Norma sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga
menjadi pranata-pranata sosial yang menyusun sistem itu sendiri.
6) Tingkat atau Pangkat
Pangkat berkaitan dengan posisi
atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Seseorang dengan pangkat tertentu
berarti mempunyai proporsi hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu pula.
Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian terhadap perilaku seseorang yang
menyangkut pendidikan, pengalaman, keahlian, pengabdian, kesungguhan, dan
ketulusan perbuatan yang dilakukannya.
7) Kekuasaan
Kekuasaan adalah setiap kemampuan
untuk memengaruhi pihak-pihak lain. Apabila seseorang diakui oleh masyarakat
sekitarnya, maka itulah yang disebut dengan kekuasaan.
Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan
atau balasan yang diberikan kepada seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat
berupa hadiah ( reward ) dan dapat pula berupa hukuman (
punishment ). Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat untuk
menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
9) Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara,
jalan, metode, dan benda-benda yang digunakan manusia untuk menciptakan tujuan
sistem sosial itu sendiri. Dengan demikian fasilitas di sini sama dengan sumber
daya material atau kebendaan maupun sumber daya imaterial yang berupa ide atau
gagasan.
Destruksi Sistem Sosial adalah perusakan
sistem sosial. Berarti destruksi sisitem sosial adalah perusakan suatu sistem
yang terdiri dari elemen-elemen sosial atau rusaknya salah satu atau beberapa
elemen atau unsur sistem sosial sehingga terjadi perubahan dalam sistem sosial.
B. PEMBAHASAN
Destruksi
sistem sosial bisa menyebabkan munculnya perilaku menyimpang masyarakat khususnya
bagi pelajar yang melakukan aksi tawuran karena didalam sebuah sistem sosial
terdapat berbagai unsur yang mempengaruhi bagaimana masyarakat bertindak dan
berprilaku. Didalam sistem sosial tercakup
pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota
masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu
mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial
lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut. Jika unsur – unsur tersebut sudah terdestruksi atau terjadi kerusakan maka tidak bisa dijadikan acuan untuk bertindak dan berprilaku. Destruksi ini terjadi karena masuknya budaya, nilai – nilai, norma –norma, pandangan dan kebiasaan dari bangsa lain yang kebanyakan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut. Jika unsur – unsur tersebut sudah terdestruksi atau terjadi kerusakan maka tidak bisa dijadikan acuan untuk bertindak dan berprilaku. Destruksi ini terjadi karena masuknya budaya, nilai – nilai, norma –norma, pandangan dan kebiasaan dari bangsa lain yang kebanyakan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam kasus
tawuran antar pelajar, pelajar yang melakukan aksi tawuran menganggap bahwa
dengan kekerasan dapat menyelesaikan masalah. Kekerasan
sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti
nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat
anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu
saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam
perkelahian atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang
tidak terlibat secara langsung. Hal ini menunjukan bahwa adanya elemen atau
unsur sistem sosial yang bermasalah yaitu adanya pengaruh negatif dari masuknya
budaya, nilai – nilai, norma –norma, pandangan dan kebiasaan dari bangsa
lain yang kebanyakan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang
merusak sistem sosial dimasyarakat Indonesia. Pengaruh itu banyak berasal dari
barat seperti budaya seks bebas, individualis, dll. Sehingga secara tidak
langsung Sistem sosial Indonesia telah terkontaminasi
oleh liberalisme barat sudah seharusnya diperbaiki. Namun, untuk memulainya
bukan hal yang mudah, karena hal ini menyangkut mengubah pandangan masyarakat
Indonesia yang terlanjur “tercemari” nilai-nilai budaya yang salah. Proses
transformasi budaya liberalisme menuju pada budaya dasar Indonesia harus
dibarengi dengan political
will rezim berkuasa. Hal ini
dikarenakan pemimpin bangsa mempunyai akses politik yang paling besar dalam
perbaikan sistem sosial di Indonesia.
Perbaikan pertama yang harus dilakukan adalah perbaikan sistem
politik. Demokrasi Indonesia haruslah demokrasi yang mengutamakan nilai-nilai
kebenaran, daripada acuan kepada suara mayoritas. Seperti sistem demokrasi di
negara-negara demokratis lainnya, sistem demokrasi di Indonesia adalah
demokrasi perwakilan Asumsi dasar dari sistem demokrasi perwakilan menurut
Schumpeter dan Downs adalah bahwa rakyat dan wakil-wakilnya bertindak secara
rasional yang didasarkan pada kepentingan pribadi mereka (Guritno, 1999).
Padahal belum tentu kepentingan-kepentingan pribadi tersebut (yang sering
merupakan suara mayoritas) adalah suara kebenaran.
Kedua,
melakukan reformasi di dunia pendidikan. Pendidikan di Indonesia mulai bergeser
orientasinya, dari transfer ilmu dan moralitas agama menjadi pemenuhan terhadap
permintaan pasar (Kuntowidjojo, 1991). Apabila wacana pendidikan yang
seharusnya idealisme berubah menjadi pragmatisme, maka kita akan membentuk
intelektual-intelektual yang “kering” hatinya dan berpotensi melakukan
penyimpangan.
Ketiga,
re-orientasi kebijakan pembangunan. Strategi pembangunan yang harus dipilih
oleh pemerintah adalah strategi pembangunan yang people oriented dan menjamin kebebasan akses ekonomi
oleh siapapun selama berada di dalam koridor hukum dan peraturan.
Keempat, menanamkan
nilai yang luhur sebagai ciri khas bangsa Indonesia, dan lingkungan keluarga,
masyarakat, sekolah turut ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan nilai dan
norma yang sesuai.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perbaikan
sistem sosial jelas bukan pekerjaan mudah. Indonesia mengalami destruksi sistem
sosial yang parah. Hal ini ditandai dengan makin melunturnya nilai-nilai moral
di dalam masyarakat yang direpresentasikan dengan perilaku menyimpang seperti
tawuran antar pelajar, seks bebas, konsumsi obat terlarang, pelecehan hukum dan
berbagai tindakan destruktif lainnya. Untuk memperbaiki sistem sosial
dibutuhkan perbaikan komprehensif dan memakan waktu lama.
Optimisme
yang harus dikembangkan adalah bahwa bangsa Indonesia sebenarnya telah
mempunyai sistem sosial-nya sendiri. Sebuah sistem sosial yang berlandaskan
kebudayaan asli Indonesia yang luhur dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
Jadi, pada dasarnya kita sudah mempunyai modal dasar, yaitu sistem sosial yang
baik itu sendiri. Pada akhirnya, semua kembali pada nurani kita, supaya bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk pribadi sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
sosbudkompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar