Pengikut

Kamis, 21 Juni 2012


Fenomena Tawuran Pelajar sebagai Gejala Destruksi Sistem Sosial  Masyarakat Indonesia



Disusun oleh :
Oni Imas Anita 11417141024
Dyah Retnowati 11417141035

ILMU ADMINISTRASI NEGARA (A)
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kasus tawuran antar pelajar  merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai dimasyarakat. Seringkali para pelajar bertindak bodoh dengan melakukan tawuran oleh hal – hal sepele. Tawuran yang sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar seolah sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi ditelinga kita. Inilah beberapa contoh yang bisa saya kemukakan sebagai bukti terjadinya tawuran yang dilakukan oleh para remaja beberapa tahun lalu. Di Palembang pada tanggal 23 September 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, di antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA KERTAPATI dan SMKN 4 (harian pagi Sumatra ekspres Palembang).
Di Subang pada tanggal 26 Januari 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi (harian pikiran rakyat). Di Makasar pada tanggal 19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com).
Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat tawuran dengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah (tempointeraktif.com). Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005 terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputan6.com).
 Fenomena ini merupakan masalah yang timbul akibat dari perubahan nilai yang dianut oleh segelintir pelajar. Hal ini disebabkan masuknya pengaruh dari luar yang memiliki  dampak negatif dan lunturnya nilai – nilai yang dianut sebagian pelajar yang melakukan aksi tawuran. Kasus ini merupakan perilaku sosial yang menyimpang yang mengacu pada gejala destruksi sistem sosial masyarakat Indonesia. Paper ini akan mencoba membahas implikasi sistem sosial yang telah terkontaminasi oleh efek negatif budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai – nilai yang dianut masyarakat Indonesia.
Rumusan Masalah
1.      Mengapa Destruksi Sistem Sosial bisa membuat perilaku sosial menyimpang khususnya tawuran pelajar?
2.      Bagaimana cara memperbaiki sistem sosial masyarakat agar tidak terjadi destruksi lebih jauh lagi?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori

Pengertian Sistem sosial
Sistem sosial adalah suatu sistem yang terdiri dari elemen-elemen sosial. Elemen tersebut terdiri atas tindakan-tindakan sosial yang dilakukan individu-individu yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam sistem sosial terdapat individu-individu yang berinteraksi dan bersosialisasi sehingga tercipta hubungan-hubungan sosial. Keseluruhan hubungan sosial tersebut membentuk struktur sosial dalam kelompok maupun masyarakat yang akhirnya akan menentukan corak masyarakat tersebut.
Sistem sosial mempengaruhi perilaku manusia, karena di dalam suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut
.
Menurut Charles P. Loomis, masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas sembilan unsur berikut ini.
1) Kepercayaan dan Pengetahuan
Unsur ini merupakan unsur yang paling penting dalam sistem sosial, karena perilaku anggota dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui tentang kebenaran, sistem religi, dan cara-cara penyembahan kepada sang pencipta alam semesta.
2) Perasaan
Unsur ini merupakan keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya, termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.
3) Tujuan
Manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan keadaan yang sudah ada.
4) Kedudukan (Status) dan Peran ( Role )
Kedudukan (status) adalah posisi seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasi, hak, serta kewajibannya. Kedudukan menentukan peran atau apa yang harus diperbuatnya bagi masyarakat sesuai dengan status yang dimilikinya. Jadi peran ( role ) merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sehubungan dengan status yang melekat padanya. Contohnya seorang guru (status) mempunyai peranan untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan atau menyampaikan materi pelajaran kepada siswa-siswanya.
5) Kaidah atau Norma
Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi-situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata-pranata sosial yang menyusun sistem itu sendiri.
6) Tingkat atau Pangkat
Pangkat berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Seseorang dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu pula. Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian terhadap perilaku seseorang yang menyangkut pendidikan, pengalaman, keahlian, pengabdian, kesungguhan, dan ketulusan perbuatan yang dilakukannya.
7) Kekuasaan
Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak-pihak lain. Apabila seseorang diakui oleh masyarakat sekitarnya, maka itulah yang disebut dengan kekuasaan.
Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan atau balasan yang diberikan kepada seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah ( reward ) dan dapat pula berupa hukuman ( punishment ). Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
9) Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, dan benda-benda yang digunakan manusia untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan demikian fasilitas di sini sama dengan sumber daya material atau kebendaan maupun sumber daya imaterial yang berupa ide atau gagasan.
Destruksi Sistem Sosial adalah perusakan sistem sosial. Berarti destruksi sisitem sosial adalah perusakan suatu sistem yang terdiri dari elemen-elemen sosial atau rusaknya salah satu atau beberapa elemen atau unsur sistem sosial sehingga terjadi perubahan dalam sistem sosial.



B.     PEMBAHASAN
Destruksi sistem sosial bisa menyebabkan munculnya perilaku menyimpang masyarakat khususnya bagi pelajar yang melakukan aksi tawuran karena didalam sebuah sistem sosial terdapat berbagai unsur yang mempengaruhi bagaimana masyarakat bertindak dan berprilaku. Didalam sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut. Jika unsur – unsur tersebut sudah terdestruksi atau terjadi kerusakan maka tidak bisa dijadikan acuan untuk bertindak dan berprilaku. Destruksi ini terjadi karena masuknya budaya, nilai – nilai, norma –norma, pandangan dan kebiasaan dari bangsa lain yang kebanyakan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam kasus tawuran antar pelajar, pelajar yang melakukan aksi tawuran menganggap bahwa dengan kekerasan dapat menyelesaikan masalah. Kekerasan sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara langsung. Hal ini menunjukan bahwa adanya elemen atau unsur sistem sosial yang bermasalah yaitu adanya pengaruh negatif dari masuknya budaya, nilai – nilai, norma –norma, pandangan dan kebiasaan dari bangsa lain yang kebanyakan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang merusak sistem sosial dimasyarakat Indonesia. Pengaruh itu banyak berasal dari barat seperti budaya seks bebas, individualis, dll. Sehingga secara tidak langsung Sistem sosial Indonesia telah terkontaminasi oleh liberalisme barat sudah seharusnya diperbaiki. Namun, untuk memulainya bukan hal yang mudah, karena hal ini menyangkut mengubah pandangan masyarakat Indonesia yang terlanjur “tercemari” nilai-nilai budaya yang salah. Proses transformasi budaya liberalisme menuju pada budaya dasar Indonesia harus dibarengi dengan political will rezim berkuasa. Hal ini dikarenakan pemimpin bangsa mempunyai akses politik yang paling besar dalam perbaikan sistem sosial di Indonesia.
Perbaikan pertama yang harus dilakukan adalah perbaikan sistem politik. Demokrasi Indonesia haruslah demokrasi yang mengutamakan nilai-nilai kebenaran, daripada acuan kepada suara mayoritas. Seperti sistem demokrasi di negara-negara demokratis lainnya, sistem demokrasi di Indonesia adalah demokrasi perwakilan Asumsi dasar dari sistem demokrasi perwakilan menurut Schumpeter dan Downs adalah bahwa rakyat dan wakil-wakilnya bertindak secara rasional yang didasarkan pada kepentingan pribadi mereka (Guritno, 1999). Padahal belum tentu kepentingan-kepentingan pribadi tersebut (yang sering merupakan suara mayoritas) adalah suara kebenaran.
Kedua, melakukan reformasi di dunia pendidikan. Pendidikan di Indonesia mulai bergeser orientasinya, dari transfer ilmu dan moralitas agama menjadi pemenuhan terhadap permintaan pasar (Kuntowidjojo, 1991). Apabila wacana pendidikan yang seharusnya idealisme berubah menjadi pragmatisme, maka kita akan membentuk intelektual-intelektual yang “kering” hatinya dan berpotensi melakukan penyimpangan.
Ketiga, re-orientasi kebijakan pembangunan. Strategi pembangunan yang harus dipilih oleh pemerintah adalah strategi pembangunan yang people oriented dan menjamin kebebasan akses ekonomi oleh siapapun selama berada di dalam koridor hukum dan peraturan.
Keempat, menanamkan nilai yang luhur sebagai ciri khas bangsa Indonesia, dan lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah turut ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan nilai dan norma yang sesuai.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Perbaikan sistem sosial jelas bukan pekerjaan mudah. Indonesia mengalami destruksi sistem sosial yang parah. Hal ini ditandai dengan makin melunturnya nilai-nilai moral di dalam masyarakat yang direpresentasikan dengan perilaku menyimpang seperti tawuran antar pelajar, seks bebas, konsumsi obat terlarang, pelecehan hukum dan berbagai tindakan destruktif lainnya. Untuk memperbaiki sistem sosial dibutuhkan perbaikan komprehensif dan memakan waktu lama.
Optimisme yang harus dikembangkan adalah bahwa bangsa Indonesia sebenarnya telah mempunyai sistem sosial-nya sendiri. Sebuah sistem sosial yang berlandaskan kebudayaan asli Indonesia yang luhur dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Jadi, pada dasarnya kita sudah mempunyai modal dasar, yaitu sistem sosial yang baik itu sendiri. Pada akhirnya, semua kembali pada nurani kita, supaya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk pribadi sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

sosbudkompasiana.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar