Pengikut

Rabu, 27 Juni 2012

KETIKDAKADILAN HUKUM DI INDONESIA



                Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini kan tidak adil. Salah satu bukti adanya ketidak adilan pada nasyarakat Indonesia adalah kasus pencurian kakao oleh seorang nenek asal Banyumas.
               Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Sang nenek hanya pasrah dan yang lebih menyedihkan lagi hadirin yang hadir bertepuk tangan atas keputusan itu. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah milik sebuah perusahaan perkebunan kakao, tahu dan tidak ridha Sang Nenek mengembalikan buah itu dan telah meminta maaf. Tapi, ironisnya sang pemilik buah tetap saja menuntut ke Pengadilan. Perkebunan kakao itu beralasan untuk memberi efek jera.. Memang benar bahwa pencurian itu tindakan yang tidak baik, melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi hukum juga tidak boleh buta akan rasa kemanusiaan terhadap vonis yang akan diberikan kepada si pencuri. Wanita yang sudah tua dan buta huruf tersebut harus dihukum hanya karena ketidaktahuannya terhadap hukum.
                Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,00 untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Akan tetapi lihat saja fakta yang terjadi pada seorang pejabat yang terkena kasus hukum seperti korupsi mungkin banyak yang menghindar dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah mereka (para pejabat) dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,00 ?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi seorang nenek bernama  Minah yang miskin dan tua ini?.
               Bagaimana dengan koruptor kelas kakap yang bersenang-senang dengan uang rakyat?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Bahkan kalaupun sudah diyakini bersalah dan berada dalam tahanan, maka dengan uang pula mereka bisa tetap bebas merdeka dalam ruang tahanan, seperti Artalyta
                            Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Saya sendiri tidak menganggap benar tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak mempunyai maksud membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka. Tetapi saya hanya mempertanyakan dimana letak  keadilan itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum secara formal atau secara struktural saja.
               Inilah keadaan  hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya kemana pun mereka mau.

Dari kisah tersebut dapat kita ambil pelajaran sebagai berikut :
1. Sang nenek sudah tidak ada disalahkan karena ia sudah mengembalikan buah yang dicuri dan ia telah minta maaf atas kesalahan yang ia perbuat.
2. Pemilik kakao tidak mempunyai rasa kasih sayang, rasa iba, dan kikir. Senang melihat orang susah. Dan ini tidak sesuai dengan nilai moral Pancasila yakni nilai pada sila kedua.
3. Polisi sepatutnya mengambil langkah bijaksana. Hendaknya memberikan solusi damai. Hendaknya solusinya memperhatikan nilai-nilai pancasila agar terciptanya suatu kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kepada Hakim dan Jaksa berikanlah hukum yang sepantasnya secara professional dengan memandang adanya nilai kemanusiaan dan keadilan, tidak hanya secara struktural saja.
              Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan dan keadilan pada Pancasila sebagai dasar negara kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar