Pengikut

Selasa, 26 Juni 2012

Peranan UMKM dan Koperasi dalam Perekonomian Indonesia


Peranan UMKM dan Koperasi dalam Perekonomian Indonesia

                                     Anggota :
1.     Arya Adhi Nugraha                 (11417141033)
2.     Meigita Dyah Utami                (11417141034)
3.     Dyah Retnowati                       (11417141035)
4.     Aan Nur Zaini                         (11417141036)
5.     Ardianti Kusumaningrum       (08417141009)

Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2012
PENDAHULUAN
·        Latar Belakang
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional hanya 56,7 persen dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6 persen dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.
Usaha Kecil Menengah atau lazim kita kenal sebagai UKM mempunyai banyak peranan penting dalam perekonomian. Salah satu peranannya yang paling krusial dalam pertumbuhan ekonomi adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya yang fleksibel dan cakap membuat UKM dapat direkayasa untuk mengganti lingkungan bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Dalam banyak kasus, dari sejumlah UKM yang baru pertama kali memasuki pasar, di antaranya dapat menjadi besar karena kesuksesannya dalam beroperasi.
Sejak krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Berbeda dengan UKM yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UKM dianggap sektor usaha yang tahan banting. Selain itu sebagai sektor usaha yang dijalankan dalam tataran bawah, UKM berperan besar dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi korban dipaksa untuk berfikir lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor UKM ini. Produk-produk UKM, setidaknya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional, karena tidak sedikit produk-produk UKM itu yang mampu menembus pasar internasional. Sekarang ini lembaga-lembaga donor internasional semuanya mendukung perkembangan UKM. Ada yang melihatnya sebagai wahana untuk menciptakan kesempatan kerja (ILO), ada yang melihatnya sebagai penjabaran komitmen  mereka (IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia) untuk memerangi kemiskinan di negara-negara berkembang.
Di Asia, perkembangan sektor UKM ini juga dilihat sebagai salah suatu jalan keluar dari krisis ekonomi. Para donor multilateral dan bilateral (antara lain Jepang) semuanya akan menyediakan dana dan bantuan teknis untuk pengembangan sektor ini.
  • Rumusan Masalah
§  Apa itu UMKM atau UKM?
§  Bagaimana Peran dan Kedudukan UMKM dalam perekonomian Indonesia?
§  Apa saja permasalahan dan pengembangan Kebijakan pada UMKM?
§  Apa itu Koperasi ?
§  Bagaimana Peran dan Kedudukan Koperasi dalam perekonomian Indonesia?
§  Apa saja kendala yang dihadapi Koperasi di Indonesia?











ISI
A. UMKM / UKM
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kedudukan dan Peranan UMKM dalam perekonomian Nasional
·         Kedudukan UMKM dalam perekonomian Nasional
Sejak ekonomi Indonesia mengalami krisis pada tahun 1997-2001 memberikan perkembangan yang menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif menjadi semakin besar sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini seolah-olah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin kokoh. Kompleksitas ini akan semakin terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks dukungan yang semakin kuat terhadap perlunya mempertahankan UKM (Usaha Kecil dan Usaha Menengah). Menurut Urata  kedudukan UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :
a.      Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor;
b.      Penyedia lapangan kerja yang terbesar;
c.       Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat;
d.      Pencipta pasar baru dan inovasi; serta
e.       Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.
Pada tahun 1998 selama puncak  krisis pertumbuhan ekonomi yang negatif 13,4% telah mengakibatkan kelesuan perkembangan unit usaha yang ada. Pada saat itu bahkan terjadi pengurangan jumlah unit usaha yang diperkirakan sebanyak 2,95 juta unit lebih (BPS dan KMKUKM, 2001). Hal ini membuktikan betapa sulitnya melakukan suatu switching dalam jangka yang  pendek apabila factor SDM yang berintikan penguasaan teknologi dan factor kemampuan manajerial dari tenaga kerja rendah (Robinson,1961).
 Perekonomian Indonesia selama lima tahun sejak dilanda krisis cukup menarik untuk dilihat dalam kerangka mengidentikifikasi kekuatan UKM karena karakter fleksibilitasnya ternyata tidak cukup menjadi satu-satunya pertimbangan untuk membuat lompatan, ketika faktor lainnya tidak mendukung. Hal ini antara lain karena usaha kecil yang ada harus fleksibel karena mereka terpaksa harus hidup, sehingga ketika dihadapkan pada tantangan baru batas maksimal kemampuannya untuk melakukan penyesuaian segera nampak dan tidak mampu bertahan terus dalam kegiatan yang sama.
Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan menggerakkan sektor ekonomi rakyat dan koperasi untuk pemulihan produksi dan distribusi kebutuhan pokok yang  macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara meluas didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit program yang kemudian mengalami kemacetan. Sejak 2000 dengan keluarnya UU 25 tentang PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok yaitu;
(a)   penciptaan iklim kondusif,
(b)   Meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan
(c)    pengembangan kewirausahaan.
Pada tahap selanjutnya ditekankan perlunya partisipasi stakeholder dalam arti luas dalam penyusunan kebijakan dan implementasinya. Namun perubahan hubungan internasional antar pusat dan daerah otonom dalam pembinaan UKM sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah menjadikan ketidakrataan pola dan kapasitas daerah dalam menangani pengembangan UKM. Mengingat populasi terbesar dari unit usaha yang menyumbang pada penyediaan lapangan kerja adalah usaha kecil, maka kita tidak dapat menghindari fokus lebih besar dalam pembahasan selanjutnya akan ditujukan pada usaha kecil. Dalam melihat peranan usaha kecil ke depan dan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai posisi tersebut, maka paling tidak kita harus berfikir apakah UKM Indonesia mampu menjadi mesin pertumbuhan sebagaimana diharapkan oleh gerakan UKM di dunia yang sudah terbukti berhasil di negara-negara maju dan apakah UKM mampu menjadi instrumen utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia, terutama memecahkan persoalan pengangguran.
Selanjutnya melihat problematika perekonomian Indonesia maka pengembangan UKM selalu dihadapkan pada upaya menjawab dua pemikiran tersebut. Pertama, menjadikan UKM sebagai sektor yang kompetitif untuk orientasi ekspor sehingga pengembangannya sangat selektif pada sektor-sektor tertentu. Kedua, upaya menjawab penciptaan lapangan kerja untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Adanya orientasi ganda tersebut memerlukan pengenalan sasaran dan pilihan instrument kebijakan yang sesuai. Fokus untuk melihat salah satu dimensi penting dalam pengembangan UKM yang ideal adalah pada faktor pengusahanya baik dalam tenaga kerja yakni orang yang bekerja pada unit-unit usaha kecil dan faktor pengusahanya sebagai wirausahawan. Dimensi entrepreneural development menempati posisi yang strategis dalam membangun UKM Indonesia yang berdaya saing dalam kerangka globalisasi dan keterbukaan pasar. Bagi Indonesia yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan lebih sempit lagi pertanian tanaman pangan yang lebih condong dengan subsidi tinggi, maka tantangan ini menjadi sangat besar karena selain menyangkut perubahan sikap juga harus dilaksanakan dalam jumlah yang besar secara serentak.
·         Peranan UMKM dalam perekonomian Nasional
Data statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit.  Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor ril.
            Bisnis UMKM tersebar di segala penjuru Tanah Air di pelosok nusantara dengan cukup merata. UKM telah terbukti sepanjang sejarah bangsa muncul sebagai motor penggerak dan penyelamat perekonomian Indonesia. UKM mampu menopang sendi-sendi perekonomian bangsa dimasa sulit dan krisis ekonomi menerjang negeri ini terutama tahun 1997/1998. Kala itu perusahaan besar ternyata tidak berdaya dan oleng. Sejumlah konglomerat memperoleh fasilitas pinjaman dari pemerintah yang dikenal dengan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).  Tapi perusahaan tak kunjung terselamatkan malah terjadi penggelapan BLBI. Triliunan rupiah dikucurkan pemerintah (BI) raib tak jelas rimbanya. Ironis, pemerintah terpaksa gigit jari, tidak ada itikad baik taipan yang mengemplang BLBI. "Air susu dibalas dengan air tuba".
            Kini mari kita lihat secara faktual keberadaan UKM ditengah-tengah merebaknya jejaring kapitalisme pada perekenomian bangsa ini. Senyatanya UKM amat berperan tidak hanya ikut meredam gejolak sosial akibat angka pengangguran yang kian besar, tetapi secara makro turut menumbuh-ratakan ekonomi Negara. Dalam konteks ini kiranya penting disimak data BPS mengenai sumbangan UKM pada peningkatan produk domestik bruto (PDB). Tahun 2010 UKM menyumbang 56% dari total PDB di Indonesia. UKM lebih "bermain" di sektor riil yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga bermanfaat tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan kesejahteraan rakyat.
            Demikian banyaknya UKM yang telah lama menjalankan usahanya dan memiliki prospek luar biasa, tapi karena kurang dana dan pemahaman manajemen masih terbatas, maka UKM jarang menjadi besar. Sebagai contoh berdasarkan pengalaman penulis di Malang ada penjual es degan (kelapa muda) yang menjajakan dagangannya dengan rombong sederhana tapi memiliki omset mencapai 1 juta rupiah per hari. Semangat, tekad dan kemauan pebisnis sejati ini untuk mengembangkan usahanya cukup besar. Tetapi sayang mereka kurang modal dan kurang tercerahkan wawasan manajemen bisnisnya. Peran ini sebenarnya bisa difasilitasi pihak perbankan kita. Dalam konteks ini maka peran perbankan diperlukan.
Permasalahan dan Kebijakan UMKM
  • Permasalahan UMKM di Indonesia:
Para pelaku UKM yang potensial juga harus menghadapi berbagai macam masalah. Berdasarkan hasil survey serupa, Tiga masalah yang paling serius dihadapi oleh para pelaku UKM adalah kekurangan sumber dana, kurangnya sumber daya manusia, dan kesulitan dalam membangun jaringan distribusi.
Sebagian besar pelaku UKM potensial memiliki sumber dana yang terbatas. Dari survey yang serupa, 70% dari mereka memperoleh pemasukan sekitar 5 juta yen atau kurang. Dari sini terlihat bahwa sesorang yang ingin memulai bisnisnya dari dana sendiri tampaknya memiliki kesulitan dalam memperoleh sumber keuangan yang diperlukan.
Bagaimanapun juga, tabungan pribadi umumnya digunakan sebagai sumber keuangan para pelaku UKM, karena kurangnya pangsa pasar dan ukurannya yang kecil menyebabkan para entrepreneur ini untuk meminjam modal dari sumber eksternal mereka. Sekitar 80 % para pengusaha UKM, menjadikan tabungan pribadi mereka sebagai sumber dana, 30 % pengusaha baru meminjam atau menawarkan investasi kepada teman dan keluarga mereka. Sekitar 40 % UKM yang berkembang memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan, tapi  mereka harus menghadapi kesulitan lain, yaitu seringkali pinjaman yang diberikan pada mereka secara signifikan lebih kecil dari permohonan pinjaman yang mereka ajukan. Untuk memperoleh pinjaman di Jepang, kehadiran para pemberi jaminan amat diperlukan.
Menyadari kesulitan itu, sejumlah pengusaha UKM lebih tertarik pada pinjaman yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit ( Credit Guarantee Association ) yang juga menaiknan subsisdi untuk mengembangkan usahanya. Kesulitan dalam merecruit tenaga kerja yang  capable menjadi masalah lain yang sering dihadapi pengusaha UKM.
Selama ini sudah banyak upaya untuk meningkatkan kinerja UKM, namun masih terdapat sejumlah persepsi yang perlu diluruskan menyangkut golongan usaha tersebut.
1. UKM mendapat limpahan dari usaha berskala besar. Pemerintah Orde Baru memberikan fasilitas untuk para pengusaha berskala besar agar memberikan kesempatan kerja kepada pencari kerja produktif. Dampak dari usaha ini diharapkan akan mengalir (spillover effect) ke UKM. Konglomerat berkembang, bersama itu diharapkan UKM juga berkembang. Namun, kenyataannya tidak, karena UKM tidak mendapat kesempatan yang diharapkan bahkan mereka harus bersaing dengan usaha diversifikasi para pengusaha besar yang justru menjamah lahan UKM.
2. UKM terbentur pada keterbatasan dana. Selama Pemerintahan Orde Baru, sebagian besar kredit dikucurkan ke konglomerat sesuai dengan filosofi yang dijelaskan pada butir 1. Fakta menyebutkan bahwa kredit macet terbesar justru pada konglomerat. Tetapi, yang menjadi pertanyaan apakah modal usaha merupakan satu-satunya bantuan yang diperlukan UKM?
3. UKM merupakan usaha untuk mereka yang berpendidikan rendah. Setiap orang yang berhasil menamatkan perguruan tinggi hampir semua bercita-cita menjadi pegawai baik sektor pemerintahan maupun swasta. Jarang bahkan hampir tidak ada, mereka yang sedemikian tamat kuliah membuka usaha sendiri.
Masalah masalah yang dihadapi UKM nampaknya bukanlah suatu hal yang mudah diselesaikan secara teoretikal. Namun setidaknya beberapa bahasan dalam segmen ini bisa menambah sederet panjang tawaran solusi dalam masalah pengembangan dan pemberdayaan UKM Indonesia. Beberapa boleh jadi reliable untuk diaplikasikan secara praktis, dan sebagian lainnya mungkin masih dalam tataran wacana yang bukan tidak mungkin diaplikasikan pada momen yang tepat. 
Masyarakat luas sebenarnya sangat paham bahwa strategi pengembangan UKM dan ekonomi rakyat secara umum tetap harus berbasis pada dua pilar utama yaitu
(1)  Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat,
(2) Berfungsinya aransemen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang efektif, namun untuk menegakkan dua pilar utama tersebut sering terjebak pada pilihan kebijakan dan strategi pemihakan yang skeptis dan cenderung mementingkan hasil dari pada proses dan mekanisme yang harus dilalui untuk mencapai hasil akhir tersebut. Pemberlakuan UU No. 5 /1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Sehat juga belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Basis UKM sendiri dan ekonomi rakyat secara umum ternyata sangat lemah dalam visi, sikap wirausaha dan manajemen bisnis yang paling mendasar, walaupun sering diklaim cukup dan bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang masih belum dapat teratasi sampai sekarang. Hal tersebut didukung oleh laporan Biro Pusat Statistik (1999) dan Bank Indonesia (2000) yang menyebutkan pada masa tersebut UKM di Jawa Barat justru meningkatkan kontribusinya terhadap PDB dari 39,8 % (1995/1996) menjadi 59,4% (1998). Tetapi, meskipun menunjukkan perbaikan, eksistensi usaha kecil diakui masih belum bisa terlepas dari beberapa permasalahan klasik yang menyertainya. Terutama masalah akses modal dan kesempatan mendapatkan peluang usaha, d isamping masalah produksi, pemasaran, jaringan kerja, dan teknologi
Jika kita tilik kembali, permasalahan yang dihadapi di dalam sektor UKM adalah :
1.                  RENDAHNYA PRODUKTIVITAS
Perkembangan kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil yang belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja seperti ini berkaitan dengan : (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM, khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional. Rendahnya produktivitas pekerja menyebabkan pengusaha kecil kesulitan memenuhi kuota UMR(Upah Kerja Redional). Rendahnya produktifitas antara lain karena pendidikan,etos kerja,disiplin,tanggung jawab,dan loyalitas karyawan.

2.                  TERBATASNYA AKSES UMKM KEPADA SUMBERDAYA PRODUKTIF
UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama  permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing.  Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak.  Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang berisiko tinggi.  Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.  Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM.  Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

3.                  MASIH RENDAHNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI KOPERASI
Sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang.  Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan.  Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai manajer koperasi.

4.                  TERTINGGALNYA KINERJA KOPERASI DAN KURANG BAIKNYA CITRA KOPERASI
Kurang pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni :
a.              Koperasi yang didirikan tanpa didasari dengan adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri;

b.             Koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha;

c.              Masih terdapat kebijakan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi;

d.             Koperasi masih sering dijadikan oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.

Sebagai akibat dari kondisi di atas, maka : (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya; dan (ii) citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian, dan dukungan masyarakat kepada koperasi.

5.                  KURANG KONDUSIFNYA IKLIM USAHA
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah: (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM.  Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat.  Di samping itu, kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang.  Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.
Dalam perkembangannya UMKM sulit direalisasikan karena:
  1. Mekanisme perbankan yang memberikan bungan pinjaman lebih besar kepada pengusaha kecil.
  2. Kurangnya informasi pengusaha kecil mengenai kredit.
  3. Terbatasnya sumber keuangan yang tidak ada di Indonesia.
  4. Moral  hasrat  perbankan Indonesia yang tidak tertarik ke sektor ini karena asetnya kecil dan biaya perunit pemberian kredit ke UMKM lebih besar dati pada he usaha besar.
·       Kebijakan Pengembangan UMKM :
Ø SASARAN KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM                
Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.  Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar, melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya.  Sementara itu, UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan perspektif peran seperti ltu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004-2009 adaIah:
1.             Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari Iaju pertumbuhan produktivitas nasional;
2.             Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
3.             Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan Iaju  pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
4.             Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
5.             Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.
Ø ARAH KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:
1.             Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro Iebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
2.             Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender, terutama untuk:
·           memperluas akses kepada sumber permodalan, khususnya perbankan;
·           memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perizinan;
·           memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi.
3.             Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor, dan penciptaan lapangan kerja, terutama dengan :
·           meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan tekonologi;
·           mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;
·           mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM;
·           mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.
4.             Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
5.             Membangun koperasi  yang  diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya  untuk : (i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi, serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian, dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Ø STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
            Pemberdayaan koperasi dan UMKM bersifat lintas sektoral, sehingga perspektif pembangunan koperasi dan UMKM perlu dimiliki oleh setiap anggota Kabinet Indonesia Bersatu dan jajaran birokrasi di bawahnya.   Kesulitan pembangunan koperasi dan UMKM di Indonesia adalah rendahnya perspektif pembangunan koperasi dan UMKM yang dimiliki oleh jajaran birokrasi dan dunia usaha di Indonesia, serta adanya persepsi bahwa pembangunan koperasi dan UMKM merupakan urusan Kementerian Koperasi dan UKM.  
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM pada masa mendatang diharapkan tumbuh dari prakarsa masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara mandiri dalam tatanan sistem ekonomi kerakyatan.  Peran pemerintah akan difokuskan pada fungsi regulasi dan fasilitasi untuk menciptakan struktur pasar dan persaingan yang sehat sebagai lapangan bermain bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah, serta mengoreksi ketidaksempurnaan mekanisme pasar dengan menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, serta memberikan dukungan perkuatan bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah. 
Dengan mengacu pada sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM sebagaimana uraian di atas, maka diperlukan strategi pada tatanan makro, meso, dan mikro melalui implementasi  program-program pemberdayaan koperasi dan UMKM berikut ini.
1.       PENCIPTAAN IKLIM USAHA BAGI UMKM
Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan nondiskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha, serta meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perizinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
a.    Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Menengah dan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan beserta ketentuan pelaksanaannya, dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perizinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifik daerah;
b.    Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha;
c.    Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan antardaerah dan pengangkutan;
d.    Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian regulasi kebijakan dan program;
e.    Pengembangan pelayanan perizinan usaha yang mudah, murah, dan cepat, termasuk melalui perizinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi UMKM;
f.     Penilaian dampak regulasi/kebijakan nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/ regulasi;
g.    Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
h.    Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya.
 2.       PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG USAHA BAGI UMKM
            Program ini bertujuan untuk mempemudah, memperlancar, dan memperluas akses UMKM kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi.  Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar, dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar dan sumberdaya produktif, seperti sumberdaya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.
 Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
a.     Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif, termasuk sumberdaya alami;
b.    Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi, dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha, serta peningkatan kapasitas pelayanannya;
c.     Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP), antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perizinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar-LKM dan antara LKM dan bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder;
d.    Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya;
e.     Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah, dan BUMN;
f.     Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM;
g.    Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi, dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan;
h.    Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; dan
i.      Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi.
 3.       PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UKM
Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UMKM, sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang dan produktivitas meningkat; wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UMKM semakin berkembang.
 Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
  1. Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar;
  2. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi, termasuk wirausaha baru berbasis teknologi, terutama UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis/agroindustri, dan yang memanfaatkan sumberdaya lokal;
  3. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang disertai upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM;
  4. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan;
  5. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan incubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas penelitian dan pengembangan pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta, dan masyarakat;
  6. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan investasi antar-UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi dan pasar;
  7. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar-UMKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan
  8. Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat koperatif.
4.       PEMBERDAYAAN USAHA SKALA MIKRO
Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing.  Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
a.       Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal;
b.      Penyediaan skim-skim pembiayaan altematif tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi hasil dari dana bergulir, sistem tanggung renteng, atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan;
c.       Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah, dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan institusional;
d.      Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM);
e.       Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, serta bimbingan teknis manajemen usaha;
f.       Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha;
g.      Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya, dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha;
h.      Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan perajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan
i.        Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan.
Ø KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM YANG DISIAPKAN PEMERINTAH
Pada saat ini, Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM mengusung 5 langkah kebijakan bagi pemberdayaan secara optimal koperasi dan usaha mikro,  kecil dan menengah hingga 2014 yang terkait dengan rencana pembangunan jangka panjang.
Lima langkah kebijakan untuk pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) tersebut masing-masing meningkatkan iklim usaha kondusif bagi KUMKM, mengembangkan produk pemasaran KUMKM. Berikutnya, Mengembangkan produk dan pemasaran bagi KUMKM, peningkatan daya saing Sumber Daya Manusia KUMKM, serta perkuatan kelembagaan koperasi. Untuk tugas tersebut, seluruh pejabat eselon I turut dilibatkan.
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Untung Tri Basuki, mengatakan arah kebijakan penguatan kelembagaan koperasi ditujukan untuk pengembangan praktek berkoperasi yang sesuai dengan nilai dan jati diri koperasi. Selain itu untuk meningkatkan peran koperasi dan memfasilitasi perkembangan usaha anggota dan peningkatan kesejahteraan anggota sesuai prinsip dan asas koperasi. Alur pikir kerangka pemberdayaan KUMKM dilaksanakan berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) 2005-2025 sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang pemberdayaan pelaku KUMKM.
Namun pada tahap pertama kerangka kerja itu dilaksanakan hingga 2014. Tema yang diusung hingga 2014 adalah bangkitkan daya saing KUMKM. Kemudian visi pengembangannya adalah KUMKM sehat dan kuat sesuai dengan key development milestones atau tonggak utama pembangunan. Adapun target utama dalam key development milestones melalui peranan KUMKM mencakup peningkatan nilai ekspor hingga 20 persen. Kemudian peningkatan koperasi berkualitas sebesar 2 persen per tahun, sistem informasi KUMKM secara online.
Selanjutnya mendistribusikan dana kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp20 triliun per tahun, menciptakan 1.000 sarjana wirausaha baru per tahun, menetapkan 3 koperasi skala besar pada setiap provinsi dan menyelesaikan pengembangan 100 program obe village one product (OVOP). Hingga saat ini, peranan pelaku KUMKM terhadap ekspor non migas, masih sekitar 17 persen, oleh karena itu Kemenkop dan UKM berupaya mendongkrak partisipasi pelaku usaha sector riil hingga sebesar 20 bisnis.



B. KOPERASI
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Bentuk dan Jenis Koperasi.
2.         Jenis Koperasi menurut fungsinya.
a.      Koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya.
b.      Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.
c.       Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.
d.      Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi. Apabila koperasi menyelenggarakan satu fungsi disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative), sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut koperasi serba usaha (multi purpose cooperative).
3.      Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan luas daerah kerja.
a.      Koperasi Primer adalah koperasi yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan.
b.      Koperasi Sekunder adalah koperasi yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. Koperasi sekunder dapat dibagi menjadi:
1)      koperasi pusat adalah koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer.
2)      gabungan koperasi adalah koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat.
3)      induk koperasi adalah koperasi yang minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi.
4.      Jenis Koperasi menurut status keanggotaannya
a.      Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha.
b.      Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan para pemasok di pasar. Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam salah satu status atau keduanya. Dengan demikian pengelompokkan koperasi menurut status anggotanya berkaitan erat dengan pengelompokan koperasi menurut fungsinya.
Kewirausahaan koperasi
Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Dari definisi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif.
Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.
Pengurus
Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota. Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari kalangan anggota sendiri. Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkutan, sedangkan ternyata bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialah mereka yang bukan anggota atau belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota).
Peranan dan Kedudukan  Koperasi dalam Pembangunan Nasional.
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain, yaitu :
1.                  Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
2.                  Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3.                  Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
4.                  Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Peranan koperasi dalam perekonomian Indonesia ditunjukkan melalui lambang koperasi. Lambang koperasi mempunyai arti berikut:
1.                  Rantai menggambarkan persahabatan dan persatuan dalam koperasi.
2.                  Lima gigi roda menggambarkan usaha koperasi yang dilakukan secara terus menerus.
3.                  Padi dan kapas menggambarkan kemakmuran dan kesejahterhan rakyat yang akan dicapai koperasi.
4.                  Timbangan menggambarkan keadilan social sebagai salahn satu dasar bagi koperasi
5.                  Bintang dan perisai menggambarkan Pancasila sebagai landasan idiil koperasi.
6.                  Pohon beringin menggambarkan lambang kemasyarakatan serta melambangkan koperasi yang kokoh dan berakar.
7.                  Koperasi Indonesia menggambarkan lambang koperasi yang menunjukkan kepribadian rakyat Indonesia.
8.                  Warna merah putih menggambarkan sifat nasional koperasi.
Kedudukkan koperasi sebagai salah satu sector ekonomi nasional diarahkan pada berbagai tujuan, baik tujuan khusus maupun tujuan umum. Kedudukan Koperasi dalam perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
1.                  Membantu meningkatkan penghasilan dan kemakmuran anggota khususnya dan masyarakat umumnya.
2.                  Membantu meningkatkan kemampuan usaha, baik perorangan maupun masyarakat.
3.                  Membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan.
4.                  Membantu usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat.
5.                  Menyelanggarakan kehidupan ekonomi secara demokratis.
6.                  Membantu pembangunan dan pengembangan potensi ekonomi anggota khususnya dan masyarakat umumnya.
7.                  Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
Dari uraian di atas, tampak jelas koperasi merupakan badan usaha yang sesuai dengan UUD 1945.
Pada masa sekarang secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan yang menggairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha. Hal ini perlu memperoleh perhatian dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang.
Pemberdayaan koperasi secara terstruktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya.
Namun, pada kenyataanya, koperasi tidak berkembang seperti yang diharapkan. Untuk itu, pemerintah memberikan berbagai bantuan untuk mendukung peranan koperasi. Bantuan pemerintah tersebut adalah sebagai berikut:
1.                  Memberikan prioritas kepada koperasi untuk melakukan usaha yang diwujudkan dalam bentuk berikut:
a.                   Menjadikan koperasi sebagai rekanan dalam kedinasan.
b.                  Memberikan keleluasaan kepada koperasi unuk melakukan kegiatan usaha seperti hanya badan usaha lain.
c.                   Memberikan peluang kepada koperasi untuk ikut serta dalam kegiatan perdagangan internasional.
d.                  Memberikan bantuan tambahan permodalan kepada koperasi agar lebih mampu meningkatkan usahanya.
2.                  Memberikan pembinaan terhadap koperasi yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk berikut:
a.                   Menciptakan kondisi dan iklim yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan koperasi.
b.                  Memberikan bimbingan, kemudahan, perlindungan terhadap usaha-usaha koperasi.
c.                   Memberikan peluang usaha yang seluas-luasnya kepada koperasi.
d.                  Membantu usaha koperasi dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan antara koperasi dan badan usaha lain.
e.                   Mengupayakan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan antrara koperasi dan badan usaha lain.
f.                   Membantu mengembangkan jaringan usaha koperasi.
g.                  Membantu memperkokoh permodalan koperasi.
h.                  Menetapkan usaha yang hanya boleh dilakukan oleh koperasi untuk melindunginya dari persaingan dengan badan usaha lain.
i.                    Memberikan bantuan konsultasi untuk memecahkan masalah.
Namun, pada kenyataannya koperasi di Indonesia belum dapat memberikan kontribusi yg maksimal dalam perekonomian Indonesia,karena masih kalah dengan sektor tertentu, yang merupakan dampak buruk bagi koperasi di Indonesia. beberapa dampaknya adalah masih adanya pola pikir para petani dan pengusaha kecil dan menengah  yang masih tradisional yang belum secara maksimal memberdayakan atau memanfaatkan sumber dayanya sendiri, kurangnya perkembangan atau peningkatan pendapatan dan perbaikkan situasi ekonomi para petani, pengrajin dan pekerja lepas kecil, serta kurangnya peningkatan kegiatan pembentukan modal dan perbaikan “modal manusia” melalui pendidikan, latihan manajer, karyawan dan anggota koperasi.
Permasalahan Koperasi di Indonesia
Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang didasarkan atas asas kekeluargaan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Eksistensi koperasi sejak zaman dulu sampai sekarang telah banyak berperan dalam pembangunan khususnya di Indonesia dan umumnya di dunia.
Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang menyatukan kaum ekonomi lemah ,koperasi telah membantu membangun ekonomi Negara-negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di Negara-negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi tetapi sudah berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis dan punya daya saing dengan perusahaan-perusahaan skala besar.
Begitupun di Indonesia, koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di Negara-negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:
1.                  Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2.                  Perkembangan koperasi di Indonesia yang tidak dimulai dari bawah (bottom up) tetapi dari atas (top down), artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
3.                  Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
4.                  Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang notabene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan.
5.                  Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana-dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan  tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
Jika Koperasi  mampu mengimplementasikan jati dirinya, koperasi tentu akan bisa lebih mandiri, mampu bersaing dengan kekuatan eonomi lainnya, bahkan akan  mampu memproduksi produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri.  Dilihat dari dasar hukum yang tertuang dalam Undang-Undang 1945, Koperasi memperoleh hak untuk hidup dan perkembangan di Indonesia. Koperasi yang sudah dibangun selama ini juga jumlahnya sudah cukup besar. Jumlah ini merupakan aset yang harus dipelihara dan diberdayakan agar dapat berkembang membantu pemerintah untuk memerangi kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja.
Jika sekarang masih banyak koperasi yang tumbuh belum mampu mencapai tujuan bersama anggotanya, mereka harus diberdayakan melalui pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk meningkatkan kemampuan memahami jati diri dan menerapkannya. Disinilah peranan pihak ketiga termasuk pemerintah untuk dapat membangun mereka mencapai tujuannya baik sebagai mediator, fasilitator maupun sebagai kordinator.
Dengan demikian  pembangunan  koperasi  perlu diteruskan, karena pembangunan adalah proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta konsistensi dalam pelaksanaan berkesinambungan  untuk  mengatasi semua masalah yang muncul seperti masalah kemiskinan, jumlah pengangguran yang semakin banyak.
Perkembangan koperasi secara nasional di masa datang diperkirakan menunjukkan peningkatan yang signifikan namun masih lemah secara kualitas. Untuk itu diperlukan komiten yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu menolong dirinya sendiri sesuai dengan jati diri koperasi. Hanya koperasi yang berkembang melalui praktek melaksanakan nilai koperasi yang akan mampu bertahan dan mampu memberikan manfaat bagi anggotanya.
Prospek koperasi pada masa datang dapat dilihat dari banyaknya  jumlah koperasi, jumlah anggota  dan jumlah manajer, jumlah modal, volume usaha dan besarnya SHU yang telah dihimpun koperasi, sangat prospektif untuk dikembangkan. Model pengembangan koperasi pada masa datang yang ditawarkan adalah mengadobsi koperasi yang berhasil seperti Koperasi Kredit, Koperasi simpan pinjam dan lainnya dan Model Pengembangan Pemecahan Masalah sesuai dengan kondisi koperasi seperti penataan kelembagaan koperasi yang tidak aktif dan koperasi aktif yang tidak melaksanakan RAT.
Untuk memberdayakan koperasi baik yang sudah berjalan dan tidak aktif perlu dibangun sistem pendidikan yang terorganisir dan harus dilaksanakan secara konsisten untuk mengembangkan organisasi, usaha dan mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Inilah salah satu nilai koperasi yang tidak ada pada organisasi lain yang perlu terus dilaksanakan dan dikembangkan. Karena pembangunan koperasi adalah proses memerlukan waktu panjang, konsestensi, komitmen dan kesabaran yang cukup tinggi. Koperasi tidak bisa dibangun dalam waktu singkat dan parsial.









PENUTUP
Kesimpulan
UMKM dalam perekonomian Indonesia memiliki kedudukan sebagai Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor; Penyedia lapangan kerja yang terbesar; Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat; Pencipta pasar baru dan inovasi; serta Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor. UKM telah terbukti sepanjang sejarah bangsa muncul sebagai motor penggerak dan  penyelamat perekonomian Indonesia. UKM mampu menopang sendi-sendi perekonomian bangsa dimasa sulit dan krisis ekonomi menerjang negeri ini terutama tahun 1997/1998.
Permasalahan yang dihadapi di dalam sektor UKM yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif, masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi, dan kurang kondusifnya iklim usaha.
Perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di Negara-negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu: Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua, Perkembangan koperasi di Indonesia yang tidak dimulai dari bawah, Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, Manajemen koperasi yang belum professional, dan Pemerintah terlalu memanjakan koperasi.
Prospek koperasi pada masa datang dapat dilihat dari banyaknya  jumlah koperasi, jumlah anggota  dan jumlah manajer, jumlah  modal, volume usaha dan besarnya SHU yang telah dihimpun koperasi, sangat prospektif untuk dikembangkan. Model pengembangan koperasi pada masa mendatang yang ditawarkan adalah mengadobsi koperasi yang berhasil seperti Koperasi Kredit, Koperasi simpan pinjam dan lainnya dan Model Pengembangan Pemecahan Masalah sesuai dengan kondisi koperasi seperti penataan kelembagaan koperasi yang tidak aktif dan koperasi aktif yang tidak melaksanakan RAT.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Regulasi%20dalam%20revitalisasi%20-%20sri%20adiningsih.pdf









Tidak ada komentar:

Posting Komentar