Peranan UMKM dan Koperasi dalam
Perekonomian Indonesia
Anggota
:
1. Arya
Adhi Nugraha (11417141033)
2. Meigita
Dyah Utami (11417141034)
3. Dyah
Retnowati (11417141035)
4. Aan Nur
Zaini (11417141036)
5. Ardianti
Kusumaningrum (08417141009)
Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2012
PENDAHULUAN
·
Latar Belakang
Usaha
kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian
suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran,
kendati sumbangannya dalam output nasional hanya 56,7 persen dan dalam ekspor
nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam
jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6 persen dalam
penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang
mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM
dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.
Usaha
Kecil Menengah atau lazim kita kenal sebagai UKM mempunyai banyak peranan
penting dalam perekonomian. Salah satu peranannya yang paling krusial dalam
pertumbuhan ekonomi adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya yang
fleksibel dan cakap membuat UKM dapat direkayasa untuk mengganti lingkungan
bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Dalam banyak
kasus, dari sejumlah UKM yang baru pertama kali memasuki pasar, di antaranya
dapat menjadi besar karena kesuksesannya dalam beroperasi.
Sejak
krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan
dan melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Berbeda dengan UKM yang tetap
bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UKM dianggap sektor
usaha yang tahan banting. Selain itu sebagai sektor usaha yang dijalankan dalam
tataran bawah, UKM berperan besar dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan
fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi korban dipaksa untuk berfikir
lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor UKM ini. Produk-produk UKM,
setidaknya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
nasional, karena tidak sedikit produk-produk UKM itu yang mampu menembus pasar
internasional. Sekarang ini lembaga-lembaga donor internasional semuanya
mendukung perkembangan UKM. Ada yang melihatnya sebagai wahana untuk
menciptakan kesempatan kerja (ILO), ada yang melihatnya sebagai penjabaran
komitmen mereka (IMF, Bank Dunia, Bank
Pembangunan Asia) untuk memerangi kemiskinan di negara-negara berkembang.
Di
Asia, perkembangan sektor UKM ini juga dilihat sebagai salah suatu jalan keluar
dari krisis ekonomi. Para donor multilateral dan bilateral (antara lain Jepang)
semuanya akan menyediakan dana dan bantuan teknis untuk pengembangan sektor
ini.
- Rumusan
Masalah
§ Apa
itu UMKM atau UKM?
§ Bagaimana
Peran dan Kedudukan UMKM dalam perekonomian Indonesia?
§ Apa
saja permasalahan dan pengembangan Kebijakan pada UMKM?
§ Apa
itu Koperasi ?
§ Bagaimana
Peran dan Kedudukan Koperasi dalam perekonomian Indonesia?
§ Apa
saja kendala yang dihadapi Koperasi di Indonesia?
ISI
A. UMKM
/ UKM
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sebuah istilah
yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri
sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang
secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk
mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kedudukan dan Peranan
UMKM dalam perekonomian Nasional
·
Kedudukan
UMKM dalam perekonomian Nasional
Sejak ekonomi
Indonesia mengalami krisis pada tahun 1997-2001 memberikan perkembangan yang
menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif menjadi semakin besar
sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini seolah-olah mengesankan bahwa
kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin kokoh. Kompleksitas ini akan semakin
terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks dukungan yang semakin kuat terhadap
perlunya mempertahankan UKM (Usaha Kecil dan Usaha Menengah). Menurut Urata kedudukan UKM
dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :
a.
Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai
sektor;
b.
Penyedia lapangan kerja yang terbesar;
c.
Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan
masyarakat;
d.
Pencipta pasar baru dan inovasi; serta
e. Sumbangan dalam menjaga
neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.
Pada tahun
1998 selama puncak krisis pertumbuhan ekonomi yang negatif 13,4% telah
mengakibatkan kelesuan perkembangan unit usaha yang ada. Pada saat itu bahkan
terjadi pengurangan jumlah unit usaha yang diperkirakan sebanyak 2,95 juta unit
lebih (BPS dan KMKUKM, 2001). Hal ini membuktikan betapa sulitnya melakukan
suatu switching dalam jangka yang pendek
apabila factor SDM yang berintikan penguasaan teknologi dan factor kemampuan
manajerial dari tenaga kerja rendah (Robinson,1961).
Perekonomian Indonesia selama lima tahun sejak
dilanda krisis cukup menarik untuk dilihat dalam kerangka mengidentikifikasi
kekuatan UKM karena karakter fleksibilitasnya ternyata tidak cukup menjadi
satu-satunya pertimbangan untuk membuat lompatan, ketika faktor lainnya tidak
mendukung. Hal ini antara lain karena usaha kecil yang ada harus fleksibel
karena mereka terpaksa harus hidup, sehingga ketika dihadapkan pada tantangan
baru batas maksimal kemampuannya untuk melakukan penyesuaian segera nampak dan
tidak mampu bertahan terus dalam kegiatan yang sama.
Secara garis
besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan
menggerakkan sektor ekonomi rakyat dan koperasi untuk pemulihan produksi dan
distribusi kebutuhan pokok yang macet
akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara meluas
didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit program yang kemudian
mengalami kemacetan. Sejak 2000 dengan keluarnya UU 25 tentang PROPENAS secara
garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok
yaitu;
(a) penciptaan iklim kondusif,
(b) Meningkatkan akses kepada
sumberdaya produktif, dan
(c) pengembangan
kewirausahaan.
Pada tahap
selanjutnya ditekankan perlunya partisipasi stakeholder dalam arti luas dalam
penyusunan kebijakan dan implementasinya. Namun perubahan hubungan
internasional antar pusat dan daerah otonom dalam pembinaan UKM sejalan dengan
pelaksanaan otonomi daerah menjadikan ketidakrataan pola dan kapasitas daerah
dalam menangani pengembangan UKM. Mengingat populasi terbesar dari unit usaha
yang menyumbang pada penyediaan lapangan kerja adalah usaha kecil, maka kita
tidak dapat menghindari fokus lebih besar dalam pembahasan selanjutnya akan
ditujukan pada usaha kecil. Dalam melihat peranan usaha kecil ke depan dan
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai posisi tersebut, maka paling tidak
kita harus berfikir apakah UKM Indonesia mampu menjadi mesin pertumbuhan
sebagaimana diharapkan oleh gerakan UKM di dunia yang sudah terbukti berhasil
di negara-negara maju dan apakah UKM mampu menjadi instrumen utama bagi
pemulihan ekonomi Indonesia, terutama memecahkan persoalan pengangguran.
Selanjutnya
melihat problematika perekonomian Indonesia maka pengembangan UKM selalu dihadapkan
pada upaya menjawab dua pemikiran tersebut. Pertama, menjadikan UKM sebagai
sektor yang kompetitif untuk orientasi ekspor sehingga pengembangannya sangat
selektif pada sektor-sektor tertentu. Kedua, upaya menjawab penciptaan lapangan
kerja untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Adanya orientasi ganda tersebut
memerlukan pengenalan sasaran dan pilihan instrument kebijakan yang sesuai.
Fokus untuk melihat salah satu dimensi penting dalam pengembangan UKM yang
ideal adalah pada faktor pengusahanya baik dalam tenaga kerja yakni orang yang
bekerja pada unit-unit usaha kecil dan faktor pengusahanya sebagai
wirausahawan. Dimensi entrepreneural development menempati posisi yang
strategis dalam membangun UKM Indonesia yang berdaya saing dalam kerangka globalisasi
dan keterbukaan pasar. Bagi Indonesia yang didominasi oleh kegiatan pertanian
dan lebih sempit lagi pertanian tanaman pangan yang lebih condong dengan
subsidi tinggi, maka tantangan ini menjadi sangat besar karena selain
menyangkut perubahan sikap juga harus dilaksanakan dalam jumlah yang besar
secara serentak.
·
Peranan
UMKM dalam perekonomian Nasional
Data
statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM)
mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah
tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh
tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM
seperti dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar
52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta
unit. Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya
penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15
juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan
pertumbuhan UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju
pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi
Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor ril.
Bisnis
UMKM tersebar di segala penjuru Tanah Air di pelosok nusantara dengan cukup
merata. UKM telah terbukti sepanjang sejarah bangsa muncul sebagai motor
penggerak dan penyelamat perekonomian Indonesia. UKM mampu menopang sendi-sendi
perekonomian bangsa dimasa sulit dan krisis ekonomi menerjang negeri ini
terutama tahun 1997/1998. Kala itu perusahaan besar ternyata tidak berdaya dan
oleng. Sejumlah konglomerat memperoleh fasilitas pinjaman dari pemerintah yang
dikenal dengan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tapi perusahaan
tak kunjung terselamatkan malah terjadi penggelapan BLBI. Triliunan rupiah
dikucurkan pemerintah (BI) raib tak jelas rimbanya. Ironis, pemerintah terpaksa
gigit jari, tidak ada itikad baik taipan yang mengemplang BLBI. "Air susu
dibalas dengan air tuba".
Kini
mari kita lihat secara faktual keberadaan UKM ditengah-tengah merebaknya
jejaring kapitalisme pada perekenomian bangsa ini. Senyatanya UKM amat berperan
tidak hanya ikut meredam gejolak sosial akibat angka pengangguran yang kian
besar, tetapi secara makro turut menumbuh-ratakan ekonomi Negara. Dalam konteks
ini kiranya penting disimak data BPS mengenai sumbangan UKM pada peningkatan
produk domestik bruto (PDB). Tahun 2010 UKM menyumbang 56% dari total PDB di
Indonesia. UKM lebih "bermain" di sektor riil yang memenuhi hajat
hidup orang banyak sehingga bermanfaat tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi
tetapi juga pemerataan kesejahteraan rakyat.
Demikian
banyaknya UKM yang telah lama menjalankan usahanya dan memiliki prospek luar
biasa, tapi karena kurang dana dan pemahaman manajemen masih terbatas, maka UKM
jarang menjadi besar. Sebagai contoh berdasarkan pengalaman penulis di Malang
ada penjual es degan (kelapa muda) yang menjajakan dagangannya dengan rombong
sederhana tapi memiliki omset mencapai 1 juta rupiah per hari. Semangat, tekad
dan kemauan pebisnis sejati ini untuk mengembangkan usahanya cukup besar.
Tetapi sayang mereka kurang modal dan kurang tercerahkan wawasan manajemen
bisnisnya. Peran ini sebenarnya bisa difasilitasi pihak perbankan kita. Dalam
konteks ini maka peran perbankan diperlukan.
Permasalahan
dan Kebijakan UMKM
- Permasalahan UMKM
di Indonesia:
Para
pelaku UKM yang potensial juga harus menghadapi berbagai macam masalah.
Berdasarkan hasil survey serupa, Tiga masalah yang paling serius dihadapi oleh
para pelaku UKM adalah kekurangan sumber dana, kurangnya sumber daya manusia,
dan kesulitan dalam membangun jaringan distribusi.
Sebagian
besar pelaku UKM potensial memiliki sumber dana yang terbatas. Dari survey yang
serupa, 70% dari mereka memperoleh pemasukan sekitar 5 juta yen atau kurang.
Dari sini terlihat bahwa sesorang yang ingin memulai bisnisnya dari dana
sendiri tampaknya memiliki kesulitan dalam memperoleh sumber keuangan yang
diperlukan.
Bagaimanapun
juga, tabungan pribadi umumnya digunakan sebagai sumber keuangan para pelaku
UKM, karena kurangnya pangsa pasar dan ukurannya yang kecil menyebabkan para
entrepreneur ini untuk meminjam modal dari sumber eksternal mereka. Sekitar 80
% para pengusaha UKM, menjadikan tabungan pribadi mereka sebagai sumber dana,
30 % pengusaha baru meminjam atau menawarkan investasi kepada teman dan
keluarga mereka. Sekitar 40 % UKM yang berkembang memperoleh pinjaman dari
lembaga keuangan, tapi mereka harus
menghadapi kesulitan lain, yaitu seringkali pinjaman yang diberikan pada mereka
secara signifikan lebih kecil dari permohonan pinjaman yang mereka ajukan.
Untuk memperoleh pinjaman di Jepang, kehadiran para pemberi jaminan amat
diperlukan.
Menyadari
kesulitan itu, sejumlah pengusaha UKM lebih tertarik pada pinjaman yang dijamin
oleh lembaga penjamin kredit ( Credit Guarantee Association ) yang juga
menaiknan subsisdi untuk mengembangkan usahanya. Kesulitan dalam merecruit
tenaga kerja yang capable menjadi
masalah lain yang sering dihadapi pengusaha UKM.
Selama
ini sudah banyak upaya untuk meningkatkan kinerja UKM, namun masih terdapat
sejumlah persepsi yang perlu diluruskan menyangkut golongan usaha tersebut.
1.
UKM mendapat limpahan dari usaha berskala besar. Pemerintah Orde Baru
memberikan fasilitas untuk para pengusaha berskala besar agar memberikan
kesempatan kerja kepada pencari kerja produktif. Dampak dari usaha ini
diharapkan akan mengalir (spillover effect) ke UKM. Konglomerat berkembang,
bersama itu diharapkan UKM juga berkembang. Namun, kenyataannya tidak, karena
UKM tidak mendapat kesempatan yang diharapkan bahkan mereka harus bersaing
dengan usaha diversifikasi para pengusaha besar yang justru menjamah lahan UKM.
2.
UKM terbentur pada keterbatasan dana. Selama Pemerintahan Orde Baru, sebagian besar
kredit dikucurkan ke konglomerat sesuai dengan filosofi yang dijelaskan pada
butir 1. Fakta menyebutkan bahwa kredit macet terbesar justru pada konglomerat.
Tetapi, yang menjadi pertanyaan apakah modal usaha merupakan satu-satunya
bantuan yang diperlukan UKM?
3.
UKM merupakan usaha untuk mereka yang berpendidikan rendah. Setiap orang yang
berhasil menamatkan perguruan tinggi hampir semua bercita-cita menjadi pegawai
baik sektor pemerintahan maupun swasta. Jarang bahkan hampir tidak ada, mereka
yang sedemikian tamat kuliah membuka usaha sendiri.
Masalah
masalah yang dihadapi UKM nampaknya bukanlah suatu hal yang mudah diselesaikan
secara teoretikal. Namun setidaknya beberapa bahasan dalam segmen ini bisa
menambah sederet panjang tawaran solusi dalam masalah pengembangan dan
pemberdayaan UKM Indonesia. Beberapa boleh jadi reliable untuk diaplikasikan
secara praktis, dan sebagian lainnya mungkin masih dalam tataran wacana yang
bukan tidak mungkin diaplikasikan pada momen yang tepat.
Masyarakat
luas sebenarnya sangat paham bahwa strategi pengembangan UKM dan ekonomi rakyat
secara umum tetap harus berbasis pada dua pilar utama yaitu
(1) Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang
sehat,
(2)
Berfungsinya aransemen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang
efektif, namun untuk menegakkan dua pilar utama tersebut sering terjebak pada
pilihan kebijakan dan strategi pemihakan yang skeptis dan cenderung
mementingkan hasil dari pada proses dan mekanisme yang harus dilalui untuk
mencapai hasil akhir tersebut. Pemberlakuan UU No. 5 /1999 tentang larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Sehat juga belum menunjukkan hasil yang
menggembirakan.
Basis
UKM sendiri dan ekonomi rakyat secara umum ternyata sangat lemah dalam visi,
sikap wirausaha dan manajemen bisnis yang paling mendasar, walaupun sering
diklaim cukup dan bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang masih belum
dapat teratasi sampai sekarang. Hal tersebut didukung oleh laporan Biro Pusat
Statistik (1999) dan Bank Indonesia (2000) yang menyebutkan pada masa tersebut
UKM di Jawa Barat justru meningkatkan kontribusinya terhadap PDB dari 39,8 %
(1995/1996) menjadi 59,4% (1998). Tetapi, meskipun menunjukkan perbaikan,
eksistensi usaha kecil diakui masih belum bisa terlepas dari beberapa
permasalahan klasik yang menyertainya. Terutama masalah akses modal dan
kesempatan mendapatkan peluang usaha, d isamping masalah produksi, pemasaran,
jaringan kerja, dan teknologi
Jika
kita tilik kembali, permasalahan yang dihadapi di dalam sektor UKM adalah :
1.
RENDAHNYA PRODUKTIVITAS
Perkembangan kinerja UMKM yang
meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM
yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah
rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar
antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Demikian pula dengan
perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil yang belum
menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja seperti ini berkaitan dengan :
(a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM, khususnya dalam bidang
manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya
kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan
untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan
antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong
peningkatan daya saing nasional. Rendahnya produktivitas pekerja menyebabkan
pengusaha kecil kesulitan memenuhi kuota UMR(Upah Kerja Redional). Rendahnya
produktifitas antara lain karena pendidikan,etos kerja,disiplin,tanggung
jawab,dan loyalitas karyawan.
2.
TERBATASNYA AKSES UMKM KEPADA SUMBERDAYA
PRODUKTIF
UMKM memiliki akses yang terbatas
kepada sumberdaya produktif, terutama
permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk
jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan
untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk
meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang
bersaing. Perbankan menerapkan
persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun
usahanya layak. Di samping itu,
perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM
sebagai kegiatan yang berisiko tinggi.
Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai
dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif,
selebihnya terserap ke sektor konsumtif.
Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan
pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk
dikelola secara mandiri oleh UMKM.
Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang
tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran
masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang,
karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.
3.
MASIH RENDAHNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DAN
ORGANISASI KOPERASI
Sampai dengan akhir tahun 2003,
jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3
juta orang. Meskipun jumlahnya cukup
besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang
diharapkan. Sebagai contoh, jumlah
koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya
sekitar 76% dari koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut
hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat
Anggota Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga
(forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu,
secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai manajer koperasi.
4.
TERTINGGALNYA KINERJA KOPERASI DAN
KURANG BAIKNYA CITRA KOPERASI
Kurang pemahaman tentang koperasi
sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi,
struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan
usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik
berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan
mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni
:
a.
Koperasi yang didirikan tanpa didasari
dengan adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan
dari para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang
otonom dan swadaya/mandiri;
b.
Koperasi yang tidak dikelola secara
profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana
layaknya sebuah badan usaha;
c.
Masih terdapat kebijakan regulasi yang
kurang mendukung kemajuan koperasi;
d.
Koperasi masih sering dijadikan oleh
segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu
sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak sejalan
atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan
dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.
Sebagai
akibat dari kondisi di atas, maka : (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam
perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya; dan (ii)
citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut
mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian, dan dukungan masyarakat
kepada koperasi.
5.
KURANG KONDUSIFNYA IKLIM USAHA
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga
masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang
kondusif, di antaranya adalah: (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur
perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses
perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan
persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi
dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di
samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim
usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan
yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang
menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan
telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan
pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi
dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan
pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM
meningkat. Di samping itu, kesadaran
tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih
belum berkembang. Oleh karena itu, aspek
kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka
memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal
mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.
Dalam
perkembangannya UMKM sulit direalisasikan karena:
- Mekanisme
perbankan yang memberikan bungan pinjaman lebih besar kepada pengusaha
kecil.
- Kurangnya
informasi pengusaha kecil mengenai kredit.
- Terbatasnya
sumber keuangan yang tidak ada di Indonesia.
- Moral hasrat perbankan Indonesia yang tidak tertarik
ke sektor ini karena asetnya kecil dan biaya perunit pemberian kredit ke
UMKM lebih besar dati pada he usaha besar.
· Kebijakan Pengembangan UMKM :
Ø SASARAN
KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
Koperasi
dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi
produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan
posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi
persaingan usaha di pasar, melalui dampak eksternalitas positif yang
ditimbulkannya. Sementara itu, UMKM
berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan
pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan
ekonomi nasional. Dengan perspektif peran seperti ltu, sasaran umum
pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004-2009 adaIah:
1.
Meningkatnya produktivitas UMKM dengan
laju pertumbuhan lebih tinggi dari Iaju pertumbuhan produktivitas nasional;
2.
Meningkatnya proporsi usaha kecil
formal;
3.
Meningkatnya nilai ekspor produk usaha
kecil dan menengah dengan Iaju
pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
4.
Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan
wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
5.
Meningkatnya kualitas kelembagaan dan
organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.
Ø ARAH
KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
Dalam
rangka mewujudkan sasaran di atas, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan
dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:
1.
Mengembangkan usaha kecil dan menengah
(UKM) untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan
usaha skala mikro Iebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan
pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
2.
Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan
gender, terutama untuk:
·
memperluas akses kepada sumber
permodalan, khususnya perbankan;
·
memperbaiki lingkungan usaha dan
menyederhanakan prosedur perizinan;
·
memperluas dan meningkatkan kualitas
institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa
pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi.
3.
Memperluas basis dan kesempatan berusaha
serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan,
peningkatan ekspor, dan penciptaan lapangan kerja, terutama dengan :
·
meningkatkan perpaduan antara tenaga
kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan tekonologi;
·
mengembangkan UMKM melalui pendekatan
klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan
dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan
koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh
efisiensi kolektif;
·
mengembangkan UMKM untuk makin berperan
dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan
pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM;
·
mengintegrasikan pengembangan usaha
dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan
potensi usaha unggulan di setiap daerah.
4.
Mengembangkan UMKM untuk makin berperan
sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing
dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
5.
Membangun koperasi yang
diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk : (i) membenahi dan memperkuat tatanan
kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna
menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi, serta
kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari
praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman,
kepedulian, dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi;
dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Ø STRATEGI
PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
Pemberdayaan
koperasi dan UMKM bersifat lintas sektoral, sehingga perspektif pembangunan
koperasi dan UMKM perlu dimiliki oleh setiap anggota Kabinet Indonesia Bersatu
dan jajaran birokrasi di bawahnya.
Kesulitan pembangunan koperasi dan UMKM di Indonesia adalah rendahnya
perspektif pembangunan koperasi dan UMKM yang dimiliki oleh jajaran birokrasi
dan dunia usaha di Indonesia, serta adanya persepsi bahwa pembangunan koperasi
dan UMKM merupakan urusan Kementerian Koperasi dan UKM.
Pemberdayaan
Koperasi dan UMKM pada masa mendatang diharapkan tumbuh dari prakarsa
masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara mandiri dalam tatanan sistem
ekonomi kerakyatan. Peran pemerintah
akan difokuskan pada fungsi regulasi dan fasilitasi untuk menciptakan struktur
pasar dan persaingan yang sehat sebagai lapangan bermain bagi koperasi,
pengusaha mikro, kecil, dan menengah, serta mengoreksi ketidaksempurnaan
mekanisme pasar dengan menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, serta
memberikan dukungan perkuatan bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan
menengah.
Dengan
mengacu pada sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM
sebagaimana uraian di atas, maka diperlukan strategi pada tatanan makro, meso,
dan mikro melalui implementasi
program-program pemberdayaan koperasi dan UMKM berikut ini.
1. PENCIPTAAN IKLIM USAHA BAGI UMKM
Tujuan
program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang
efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan nondiskriminatif bagi
kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi
beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha, serta meningkatkan
rata-rata skala usaha, mutu layanan perizinan/pendirian usaha, dan partisipasi
stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM.
Program
ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
a. Penyempurnaan peraturan perundangan,
seperti Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Menengah dan Undang-Undang
tentang Wajib Daftar Perusahaan beserta ketentuan pelaksanaannya, dalam rangka
membangun landasan legalitas usaha yang kuat dan melanjutkan penyederhanaan
birokrasi, perizinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan
lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap
pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifik
daerah;
b. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam
formalisasi badan usaha;
c. Peningkatan kelancaran arus barang, baik
bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan
perdagangan antardaerah dan pengangkutan;
d. Peningkatan kemampuan aparat dalam
melakukan perencananaan dan penilaian regulasi kebijakan dan program;
e. Pengembangan pelayanan perizinan usaha yang
mudah, murah, dan cepat, termasuk melalui perizinan satu atap bagi UMKM,
pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi
yang berkelanjutan bagi UMKM;
f. Penilaian dampak regulasi/kebijakan
nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan
pelaksanaan kebijakan/ regulasi;
g. Peningkatan kualitas penyelenggaraan
koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi
aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
h. Peningkatan penyebarluasan dan kualitas
informasi UMKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya.
2.
PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG USAHA BAGI UMKM
Program
ini bertujuan untuk mempemudah, memperlancar, dan memperluas akses UMKM kepada
sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan
potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan
tuntutan efisiensi. Sistem pendukung
dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan
usaha yang terjangkau, semakin tersebar, dan bermutu untuk meningkatkan akses
UMKM terhadap pasar dan sumberdaya produktif, seperti sumberdaya manusia,
modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi
intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini
antara lain mencakup:
a. Penyediaan
fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif,
termasuk sumberdaya alami;
b. Peningkatan
peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen,
pemasaran, informasi, dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif,
kemudahan usaha, serta peningkatan kapasitas pelayanannya;
c. Peningkatan
kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM) dan
koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP), antara lain melalui
pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perizinan, insentif
untuk pembentukan sistem jaringan antar-LKM dan antara LKM dan bank, serta
dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder;
d. Perluasan
sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi
koperasi dan UMKM dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti
perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan
UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya;
e. Peningkatan
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber
dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah, dan BUMN;
f. Dukungan
terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala,
formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM;
g. Pengembangan
sistem insentif, akreditasi, sertifikasi, dan perkuatan lembaga-lembaga
pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan;
h. Pengembangan
dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang)
teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk
berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; dan
i. Dukungan
terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi,
termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha
termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat
on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi.
3.
PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UKM
Program
ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan
meningkatkan daya saing UMKM, sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha
semakin berkembang dan produktivitas meningkat; wirausaha baru berbasis
pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan
UMKM semakin berkembang.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini
antara lain mencakup:
- Pemasyarakatan
kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan
dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif
bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin
usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar;
- Penyediaan
sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan
UKM berbasis teknologi, termasuk wirausaha baru berbasis teknologi,
terutama UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang,
agribisnis/agroindustri, dan yang memanfaatkan sumberdaya lokal;
- Penyediaan
sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang
HaKI dan pengelolaan lingkungan yang disertai upaya peningkatan
perlindungan HaKI milik UKM;
- Fasilitasi
dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga
pengembangan kewirausahaan;
- Fasilitasi
dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan incubator
teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas penelitian
dan pengembangan pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik,
swasta, dan masyarakat;
- Fasilitasi
dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan
investasi antar-UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi
bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka
mempercepat penguasaan teknologi dan pasar;
- Fasilitasi
dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan
produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi,
pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar-UMKM dalam wadah koperasi
serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan
- Pemberian
dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha
mikro, kecil, dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha
tangguh yang memiliki semangat koperatif.
4. PEMBERDAYAAN USAHA SKALA MIKRO
Program
ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam
kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama
yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang
tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha
yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan
kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus
mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.
Program
ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
a. Penyediaan
kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi
usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal;
b. Penyediaan
skim-skim pembiayaan altematif tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi
hasil dari dana bergulir, sistem tanggung renteng, atau jaminan tokoh
masyarakat setempat sebagai pengganti agunan;
c. Penyelenggaraan
dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat,
daerah, dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan institusional;
d. Penyediaan
dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan
lembaga keuangan mikro (LKM);
e. Penyelenggaraan
pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, serta bimbingan teknis manajemen
usaha;
f. Penyediaan
infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha;
g. Fasilitasi
dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara
usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun
asosiasi usaha lainnya, dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi
usaha;
h. Penyediaan
dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan perajin melalui pendekatan
pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan
infrastruktur yang makin memadai; dan
i.
Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk
pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam
rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan.
Ø KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN UMKM YANG DISIAPKAN PEMERINTAH
Pada
saat ini, Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM mengusung 5 langkah
kebijakan bagi pemberdayaan secara optimal koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah hingga 2014 yang terkait
dengan rencana pembangunan jangka panjang.
Lima
langkah kebijakan untuk pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah (KUMKM) tersebut masing-masing meningkatkan iklim usaha kondusif bagi
KUMKM, mengembangkan produk pemasaran KUMKM. Berikutnya, Mengembangkan produk
dan pemasaran bagi KUMKM, peningkatan daya saing Sumber Daya Manusia KUMKM,
serta perkuatan kelembagaan koperasi. Untuk tugas tersebut, seluruh pejabat eselon
I turut dilibatkan.
Deputi
Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Untung Tri Basuki, mengatakan
arah kebijakan penguatan kelembagaan koperasi ditujukan untuk pengembangan
praktek berkoperasi yang sesuai dengan nilai dan jati diri koperasi. Selain itu
untuk meningkatkan peran koperasi dan memfasilitasi perkembangan usaha anggota
dan peningkatan kesejahteraan anggota sesuai prinsip dan asas koperasi. Alur
pikir kerangka pemberdayaan KUMKM dilaksanakan berdasarkan rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP) 2005-2025 sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang pemberdayaan pelaku KUMKM.
Namun
pada tahap pertama kerangka kerja itu dilaksanakan hingga 2014. Tema yang
diusung hingga 2014 adalah bangkitkan daya saing KUMKM. Kemudian visi pengembangannya
adalah KUMKM sehat dan kuat sesuai dengan key development milestones atau
tonggak utama pembangunan. Adapun target utama dalam key development milestones
melalui peranan KUMKM mencakup peningkatan nilai ekspor hingga 20 persen.
Kemudian peningkatan koperasi berkualitas sebesar 2 persen per tahun, sistem
informasi KUMKM secara online.
Selanjutnya
mendistribusikan dana kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp20 triliun per tahun,
menciptakan 1.000 sarjana wirausaha baru per tahun, menetapkan 3 koperasi skala
besar pada setiap provinsi dan menyelesaikan pengembangan 100 program obe
village one product (OVOP). Hingga saat ini, peranan pelaku KUMKM terhadap
ekspor non migas, masih sekitar 17 persen, oleh karena itu Kemenkop dan UKM
berupaya mendongkrak partisipasi pelaku usaha sector riil hingga sebesar 20
bisnis.
B. KOPERASI
Koperasi
di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip
koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui
dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan
mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Bentuk
dan Jenis Koperasi.
2.
Jenis Koperasi menurut fungsinya.
a.
Koperasi
pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi
pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota
sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli
atau konsumen bagi koperasinya.
b.
Koperasi penjualan/pemasaran adalah
koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang
dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota
berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.
c.
Koperasi produksi adalah koperasi
yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai
atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja
koperasi.
d.
Koperasi jasa adalah koperasi yang
menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan
pinjam, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai
pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi. Apabila koperasi menyelenggarakan
satu fungsi disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative),
sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut
koperasi serba usaha (multi purpose cooperative).
3.
Jenis koperasi berdasarkan tingkat
dan luas daerah kerja.
a.
Koperasi Primer adalah koperasi
yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan.
b.
Koperasi Sekunder adalah koperasi
yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah
kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. Koperasi sekunder dapat
dibagi menjadi:
1)
koperasi pusat adalah koperasi yang
beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer.
2)
gabungan koperasi adalah koperasi
yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat.
3)
induk koperasi adalah koperasi yang
minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi.
4.
Jenis Koperasi menurut status
keanggotaannya
a.
Koperasi produsen adalah koperasi
yang anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha.
b.
Koperasi konsumen adalah koperasi
yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan
para pemasok di pasar. Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam
salah satu status atau keduanya. Dengan demikian pengelompokkan koperasi
menurut status anggotanya berkaitan erat dengan pengelompokan koperasi menurut
fungsinya.
Kewirausahaan
koperasi
Kewirausahaan
koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif,
dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan
berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya
kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Dari definisi
tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap
mental positif dalam berusaha secara koperatif.
Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.
Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.
Pengurus
Pengurus
koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota. Ada
kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus
dari kalangan anggota sendiri. Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon
yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan
yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkutan, sedangkan ternyata
bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialah mereka yang bukan anggota atau
belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi
resminya belum meminta menjadi anggota).
Peranan dan Kedudukan Koperasi dalam Pembangunan Nasional.
Menurut
Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki
fungsi dan peranan antara lain, yaitu :
1.
Membangun dan mengembangkan potensi
dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
2.
Berperan serta aktif dalam upaya
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3.
Memperkokoh perekonomian rakyat
sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
4.
Berusaha untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Peranan
koperasi dalam perekonomian Indonesia ditunjukkan melalui lambang koperasi.
Lambang koperasi mempunyai arti berikut:
1.
Rantai menggambarkan persahabatan dan
persatuan dalam koperasi.
2.
Lima gigi roda menggambarkan usaha
koperasi yang dilakukan secara terus menerus.
3.
Padi dan kapas menggambarkan kemakmuran
dan kesejahterhan rakyat yang akan dicapai koperasi.
4.
Timbangan menggambarkan keadilan social
sebagai salahn satu dasar bagi koperasi
5.
Bintang dan perisai menggambarkan
Pancasila sebagai landasan idiil koperasi.
6.
Pohon beringin menggambarkan lambang
kemasyarakatan serta melambangkan koperasi yang kokoh dan berakar.
7.
Koperasi Indonesia menggambarkan lambang
koperasi yang menunjukkan kepribadian rakyat Indonesia.
8.
Warna merah putih menggambarkan sifat
nasional koperasi.
Kedudukkan
koperasi sebagai salah satu sector ekonomi nasional diarahkan pada berbagai
tujuan, baik tujuan khusus maupun tujuan umum. Kedudukan Koperasi dalam
perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
1.
Membantu meningkatkan penghasilan dan
kemakmuran anggota khususnya dan masyarakat umumnya.
2.
Membantu meningkatkan kemampuan usaha,
baik perorangan maupun masyarakat.
3.
Membantu pemerintah dalam menyediakan
lapangan pekerjaan.
4.
Membantu usaha meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
5.
Menyelanggarakan kehidupan ekonomi
secara demokratis.
6.
Membantu pembangunan dan pengembangan
potensi ekonomi anggota khususnya dan masyarakat umumnya.
7.
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai
dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
Dari
uraian di atas, tampak jelas koperasi merupakan badan usaha yang sesuai dengan
UUD 1945.
Pada
masa sekarang secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan
yang menggairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala
untuk pengembangannya sebagai badan usaha. Hal ini perlu memperoleh perhatian
dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang.
Pemberdayaan
koperasi secara terstruktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu
menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi
nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat
kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan
masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di
bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia
lainnya.
Namun,
pada kenyataanya, koperasi tidak berkembang seperti yang diharapkan. Untuk itu,
pemerintah memberikan berbagai bantuan untuk mendukung peranan koperasi.
Bantuan pemerintah tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan prioritas kepada koperasi
untuk melakukan usaha yang diwujudkan dalam bentuk berikut:
a.
Menjadikan koperasi sebagai rekanan
dalam kedinasan.
b.
Memberikan keleluasaan kepada koperasi
unuk melakukan kegiatan usaha seperti hanya badan usaha lain.
c.
Memberikan peluang kepada koperasi untuk
ikut serta dalam kegiatan perdagangan internasional.
d.
Memberikan bantuan tambahan permodalan
kepada koperasi agar lebih mampu meningkatkan usahanya.
2.
Memberikan pembinaan terhadap koperasi
yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk berikut:
a.
Menciptakan kondisi dan iklim yang
mendorong pertumbuhan dan perkembangan koperasi.
b.
Memberikan bimbingan, kemudahan,
perlindungan terhadap usaha-usaha koperasi.
c.
Memberikan peluang usaha yang seluas-luasnya
kepada koperasi.
d.
Membantu usaha koperasi dalam
meningkatkan kemampuan pengelolaan antara koperasi dan badan usaha lain.
e.
Mengupayakan terjalinnya hubungan yang
saling menguntungkan antrara koperasi dan badan usaha lain.
f.
Membantu mengembangkan jaringan usaha
koperasi.
g.
Membantu memperkokoh permodalan
koperasi.
h.
Menetapkan usaha yang hanya boleh
dilakukan oleh koperasi untuk melindunginya dari persaingan dengan badan usaha
lain.
i.
Memberikan bantuan konsultasi untuk
memecahkan masalah.
Namun, pada kenyataannya koperasi di
Indonesia belum dapat memberikan kontribusi yg maksimal dalam perekonomian
Indonesia,karena masih kalah dengan sektor tertentu, yang merupakan dampak
buruk bagi koperasi di Indonesia. beberapa dampaknya adalah masih adanya pola
pikir para petani dan pengusaha kecil dan menengah yang masih tradisional
yang belum secara maksimal memberdayakan atau memanfaatkan sumber dayanya
sendiri, kurangnya perkembangan atau peningkatan pendapatan dan perbaikkan
situasi ekonomi para petani, pengrajin dan pekerja lepas kecil, serta kurangnya
peningkatan kegiatan pembentukan modal dan perbaikan “modal manusia” melalui
pendidikan, latihan manajer, karyawan dan anggota koperasi.
Permasalahan Koperasi
di Indonesia
Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang didasarkan
atas asas kekeluargaan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Tidak
hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Eksistensi koperasi sejak zaman dulu
sampai sekarang telah banyak berperan dalam pembangunan khususnya di Indonesia
dan umumnya di dunia.
Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang menyatukan kaum ekonomi
lemah ,koperasi telah membantu membangun ekonomi Negara-negara di dunia baik
negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di Negara-negara
maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi tetapi sudah berkembang
menjadi unit ekonomi yang besar, strategis dan punya daya saing dengan
perusahaan-perusahaan skala besar.
Begitupun di Indonesia, koperasi menjadi salah satu unit
ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman
penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia
walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di Negara-negara
maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:
1.
Imej
koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang
Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi
menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan
perusahaan – perusahaan besar.
2.
Perkembangan
koperasi di Indonesia yang tidak dimulai dari bawah (bottom up) tetapi dari atas
(top down), artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran
masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke
bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya
kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan
mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah
tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja
double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga
rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
3.
Tingkat
partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang
belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu
hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau
pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik
dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul
bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak
berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak
mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap
penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada
kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
4.
Manajemen
koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang
anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak
terjadi pada KUD yang notabene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang
bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola
usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi
KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan
dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai
negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan.
5.
Pemerintah
terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi
Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana-dana
segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak
wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik,
koperasi menjadi ”manja” dan tidak
mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan
pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa
bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah
mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya
bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu
koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
Jika
Koperasi mampu mengimplementasikan jati dirinya, koperasi tentu akan bisa
lebih mandiri, mampu bersaing dengan kekuatan eonomi lainnya, bahkan akan mampu memproduksi produk yang sesuai dengan
kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri. Dilihat dari dasar hukum yang
tertuang dalam Undang-Undang 1945, Koperasi memperoleh hak untuk hidup dan
perkembangan di Indonesia. Koperasi yang sudah dibangun selama ini juga
jumlahnya sudah cukup besar. Jumlah ini merupakan aset yang harus dipelihara
dan diberdayakan agar dapat berkembang membantu pemerintah untuk memerangi
kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja.
Jika sekarang
masih banyak koperasi yang tumbuh belum mampu mencapai tujuan bersama
anggotanya, mereka harus diberdayakan melalui pendidikan. Pendidikan adalah
usaha sadar untuk meningkatkan kemampuan memahami jati diri dan menerapkannya.
Disinilah peranan pihak ketiga termasuk pemerintah untuk dapat membangun mereka
mencapai tujuannya baik sebagai mediator, fasilitator maupun sebagai
kordinator.
Dengan demikian pembangunan koperasi perlu diteruskan, karena pembangunan adalah
proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta konsistensi dalam pelaksanaan
berkesinambungan untuk mengatasi semua masalah yang muncul seperti
masalah kemiskinan, jumlah pengangguran yang semakin banyak.
Perkembangan
koperasi secara nasional di masa datang diperkirakan menunjukkan peningkatan
yang signifikan namun masih lemah secara kualitas. Untuk itu diperlukan komiten
yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu menolong dirinya sendiri sesuai
dengan jati diri koperasi. Hanya koperasi yang berkembang melalui praktek
melaksanakan nilai koperasi yang akan mampu bertahan dan mampu memberikan
manfaat bagi anggotanya.
Prospek koperasi
pada masa datang dapat dilihat dari banyaknya jumlah koperasi, jumlah
anggota dan jumlah manajer, jumlah modal, volume usaha dan besarnya SHU
yang telah dihimpun koperasi, sangat prospektif untuk
dikembangkan. Model pengembangan koperasi pada masa datang yang
ditawarkan adalah mengadobsi koperasi yang berhasil seperti Koperasi Kredit, Koperasi
simpan pinjam dan lainnya dan Model Pengembangan Pemecahan Masalah sesuai dengan
kondisi koperasi seperti penataan kelembagaan koperasi yang tidak aktif
dan koperasi aktif yang tidak melaksanakan RAT.
Untuk
memberdayakan koperasi baik yang sudah berjalan dan tidak aktif perlu
dibangun sistem pendidikan yang terorganisir dan harus dilaksanakan secara
konsisten untuk mengembangkan organisasi, usaha dan mampu bersaing dengan
pelaku usaha lainnya. Inilah salah satu nilai koperasi yang tidak ada pada
organisasi lain yang perlu terus dilaksanakan dan dikembangkan. Karena
pembangunan koperasi adalah proses memerlukan waktu panjang, konsestensi,
komitmen dan kesabaran yang cukup tinggi. Koperasi tidak bisa dibangun dalam
waktu singkat dan parsial.
PENUTUP
Kesimpulan
UMKM
dalam perekonomian Indonesia memiliki kedudukan sebagai Kedudukannya sebagai
pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor; Penyedia lapangan kerja
yang terbesar; Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat; Pencipta pasar baru dan inovasi; serta Sumbangan dalam
menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor. UKM
telah terbukti sepanjang sejarah bangsa muncul sebagai motor penggerak dan penyelamat perekonomian Indonesia. UKM mampu
menopang sendi-sendi perekonomian bangsa dimasa sulit dan krisis ekonomi
menerjang negeri ini terutama tahun 1997/1998.
Permasalahan yang
dihadapi di dalam sektor UKM yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses
UMKM kepada sumberdaya produktif, masih
rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, tertinggalnya
kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi, dan kurang kondusifnya
iklim usaha.
Perkembangan koperasi di Indonesia
walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di
Negara-negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu: Imej koperasi sebagai
ekonomi kelas dua, Perkembangan koperasi di Indonesia yang tidak dimulai dari
bawah, Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, Manajemen koperasi
yang belum professional, dan Pemerintah terlalu memanjakan koperasi.
Prospek
koperasi pada masa datang dapat dilihat dari banyaknya jumlah koperasi,
jumlah anggota dan jumlah manajer, jumlah modal, volume usaha dan besarnya SHU yang
telah dihimpun koperasi, sangat prospektif untuk dikembangkan.
Model pengembangan koperasi pada masa mendatang yang ditawarkan adalah
mengadobsi koperasi yang berhasil seperti Koperasi Kredit, Koperasi simpan
pinjam dan lainnya dan Model Pengembangan Pemecahan Masalah sesuai dengan
kondisi koperasi seperti penataan kelembagaan koperasi yang tidak aktif
dan koperasi aktif yang tidak melaksanakan RAT.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Regulasi%20dalam%20revitalisasi%20-%20sri%20adiningsih.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar