Pengikut

Rabu, 27 Juni 2012

INFLASI DI INDONESIA PERIODE 2010 TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
INFLASI DI INDONESIA PERIODE 2010 TERHADAP
PEREKONOMIAN INDONESIA


DISUSUN OLEH :
NAMA                       : DYAH RETNOWATI
NIM                            : 11417141035
PRODI                       : ILMU ADMINISTRASI NEGARA─A

ILMU ADMINISTRASI NEGARA REGULER
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang perekonomian, tidak lepas dari kata inflasi. Inflasi merupakan suatu proses peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Inflasi menjadi masalah pokok ekonomi makro yang masih menjadi masalah inti Negara kita saat ini. Inflasi merupakan dampak dari adanya krisis moneter di negara-negara ASEAN utamanya di tahun 2010. Terjadinya krisis moneter yang telah memporakporandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan bagi Indonesia, akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap sendisendi perekonomian nasional.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), akibat adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor ini, menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri meningkat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi.
Karena gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang pendek, bahkan cenderung berlarut-larut, menyebabkan kenaikan tingkat harga terjadi secara umum dan semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka inflasi nasional melonjak cukup tajam.
Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi nasional yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga, pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat, yang mengakibatkan Indonesia kembali masuk dalam golongan negara miskin. Hal ini telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada masyarakat strata ekonomi bawah. Hal ini menunjukkan bahwa Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan menggerogoti kebijakan ekonomi suatu Negara. Perkembangan laju tingkat inflasi di Indonesia serta dampak-dampak yang timbul akibat adanya inflasi akan dibahas dalam makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN INFLASI
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang .Inflasi dapat terjadi akibat beberapa hal selain itu inflasi yang ada dapat menyebabkan hal yang berbeda dari segi positif maupun negatifnya. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Nopirin (1988 : 25) mengemukakan bahwa inflasi adalah proses kenaikan harga-harga barang secara umum dan secara terus-menerus.
Inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga satu atau beberapa barang pada suatu saat tertentu dan hanya sementara, belum tentu menimbulkan inflasi. Disamping itu perlu diamati berapa besar peranan harga barang-barang tersebut dalam perhitungan inflasi (Insukindro, 1987 : 157).
Boediono (1990 : 161) mengatakan bahwa inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.
B.     JENIS-JENIS INFLASI
Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Berikut adalah jenis inflasi :
1.      Menurut Sifatnya
Laju inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau dalam satu negara untuk waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi ; inflasi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yakni : merayap (creeping inflation), inflasi menengah (galloping inflation) serta inflasi tinggi (hyper inflation). (Nopirin, 1988 : 27)
o   Creeping inflation ditandai dengan laju inflasi yang rendah (>10% per tahun). Kenaikan berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
o   Inflasi menengah (galloping inflation) ditandai dengan kenaikan hargayang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi.
o   Inflasi tinggi (hyper inflation) merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang ditutup dengan mencetak uang.

2.      Menurut Derajatnya
o   Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)
o   Inflasi sedang 10% – 30%.
o   Inflasi tinggi 30% – 100%.
o   Hyperinflasion di atas 100%.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.
3.      Menurut Penyebabnya
o   Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. Pengertian kenaikkan aggregate demand seringkali ditafsirkan berbeda oleh para ahli ekonomi. Golongan moneterist menganggap aggregate demand mengalami kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan, menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand dapat disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi; investasi; government expenditures; atau net export, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang beredar.
o   Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.

4.      Menurut Asalnya
o   Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.
o   Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.
Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang disebabkan oleh satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demand pull inflation, dsb.
C.    DAMPAK TERJADINYA INFLASI
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
D.    INFLASI DI INDONESIA
Inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit” ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Di era reformasi sendiri walaupun inflasi sudah bisa dikendalikan akan tetapi pemerintah harus tetap waspada terhadap goncangan-goncangan ekonomi yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu yang nantinya akan mempengaruhi keadaan perekonomian dan mempengaruhi tingkat inflasi.
Penetapan Target Inflasi Indonesia
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% dengan deviasi ±1%. Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil.
E.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INFLASI DI INDONESIA
Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain dapat diidentifikasi berikut ini:
 (1) Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa:
·         Kenaikan harga migas di luar negeri
·         Meningkatnya bantuan luar negeri
·         Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
·         Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
·         Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel
 (2) Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian berikut ini :
·         Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
·         Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
·         Pencabutan program subsidi BBM
·         Kenaikan harga BBM yang mencolok
·         Kenaikan tarif listrik
 (3) Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain:
·         Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
·         Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
·      Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja
·         Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional
 (4) Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat, atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya:
·         Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
·         Pemberian bonus prestasi perusahaan
·        Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.
           Pada masa lalu pencetus inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena sebagian besar dari bahan baku tersebut masih diimpor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit mengandung local content. Dua faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri :
1.      Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan permintaaan dunia atas bahan baku tersebut di dunia.
2.       Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama seperti dollar Amerika Serikat.
F.  KEBIJAKAN UNTUK MENGATASI INFLASI
Penyebab terjadinya inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank Indonesia dan Bappenas karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime mortgage` yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh kenaikan harga pangan. Gejolak perekonomian dunia yang berujung pada inflasi sesungguhnya mulai tampak saat pendapatan per kapita Amerika Serikat mulai turun. Namun sayangnya para ekonom di tanah air banyak yang tidak menyetujuinya tanda-tanda itu. Salah satu sumber mengatakan beberapa cara yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi tersebut. Diantaranya adalah :
 1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
§ Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
§ Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
§ Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
§ Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
§ Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
3. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
§ Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
§ Menekan tingkat upah.
Merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
§ Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
§ Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
§ Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
ü  Penurunan nilai uang
ü  Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
 Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
§ Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
§ Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.



G.    INFLASI DI INDONESIA PERIODE 2010 TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Pada tahun 2010 tingkat inflasi di Indonesia diketahui sangat tinggi sehingga mempengaruhi banyak elemen perekonomian di dalam negeri. Berikut adalah data tingkat inflasi akhir 2009 dan 2010 :
¥  DATA LAJU INFLASI INDONESIA 2009 ─ 2010


Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
        Desember         2010
6.96 %
        November         2010
6.33 %
       Oktober             2010
5.67 %
       September       2010
5.80 %
       Agustus              2010
6.44 %
      Juli                        2010
6.22 %
      Juni                       2010
5.05 %
     Mei                        2010
4.16 %
     April                     2010
3.91 %
      Maret                   2010
3.43 %
       Februari             2010
3.81 %
      Januari                2010
3.72 %
       Desember          2009
               2.78 %
      November         2009
2.41 %
     Oktober             2009
2.57 %

  


     


  

  


           

  






Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 keadaan laju inflasi di Indonesia sedang mengalami kenaikan yang luar biasa dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun sebelumnya. Bahkan pada tahun 2010 tingkat inflasi mendekati angka 7%. Indeks Harga Konsumen mengalami kenaikan sebesar 0,60 persen (MtM/ bulanan) pada November 2010. Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan pasar sebesar 0,30% (MtM, Bloomberg). Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif dan tahunan masing-masing menjadi 5,98 persen (YtD) dan 6,33 persen (YoY/tahunan). Tingginya inflasi bulan November terutama didorong oleh inflasi pada kelompok bahan makanan, sandang dan makanan jadi, masing-masing sebesar 1,49% (MtM), 0,89% (MtM) dan 0,46% (MtM). Pada kelompok bahan makanan inflasi terbesar terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yang mengalami kenaikan sebesar 7,10% (MtM), dipicu oleh gangguan cuaca dan distribusi.
Komponen inflasi inti (core inflation) menunjukkan tren penurunan bulan sebelumnya, setelah mengalami peningkatan sejak April 2010. Pertumbuhan bulanan (MtM) inflasi inti November mengalami penurunan dan berada di bawah rata-rata historisnya sebesar 0,5%. Subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 0,71% sehingga mendorong peningkatan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices). Kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa wilayah di Indonesia serta wacana penghapusan BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi tahun 2011 juga turut memberikan sumbangan inflasi November sebesar 0,01%. Komponen inflasi harga bergejolak (volatile food) menjadi sumber kenaikan inflasi tertinggi pada November seiring dengan kenaikan harga kebutuhan pangan pokok masyarakat, terutama beras dan bumbu-bumbuan.
Selama November 2010, kelompok bahan makanan mengalami kenaikan, terutama beras dan bumbubumbuan. Beras menyumbang 0,12% dari inflasi November seiring dengan kenaikan harga beras sebesar 2% (MtM). Komoditas bumbu-bumbuan juga turut mengalami kenaikan seiring perubahan cuaca dan gangguan pada beberapa jalur distribusi. Peningkatan terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai sebesar 12,16% (menyumbang 0,1% dari inflasi November) dan bawang merah sebesar 14% (menyumbang 0,07% dari inflasi November) (Grafik 3). Ekspektasi inflasi masih menunjukkan penurunan.
Berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia, ekspektasi harga untuk kuartal IV 2010 cenderung menurun seiring dengan penurunan ekspektasi sejak September 2010 (Grafik 4). Potensi tekanan inflasi diperkirakan masih terjadi pada triwulan IV 2010 seiring dengan naiknya harga beberapa komoditas di pasar global serta krisis geopolitik di semenanjung Korea. Penguatan nilai tukar rupiah yang mendorong penurunan harga barang dan modal impor diharapkan dapat membantu mengurangi tekanan inflasi tersebut.
Dengan melihat realisasi inflasi hingga November 2010, ekspektasi dan potensi tekanannya pada kuartal IV 2010, serta rata-rata historis inflasi bulan Desember sebesar 0,6%, maka inflasi akhir tahun 2010 diperkirakan berada di atas 6,0%. Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsinya dalam APBN-P 2010 sebesar 5,3% dan batas atas rentang sasaran inflasi 2010 yaitu 5,0%±1%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Desember 2010 mencapai 0,92%. Tingkat inflasi Desember lebih tinggi bila dibandingkan November yang sebesar 0,6%. Sehingga inflasi year on year pun tercatat mencapai 6,96%. Laju inflasi ini melampaui asumsi makro 2010 yang sebesar 5,3%. Kenaikan harga pangan masih menjadi penyumbang inflasi Desember lalu. BPS mencatat beras tertinggi kontribusinya 0,23%, disusul cabe merah 0,22%. Sedangkan inflasi inti, mencapai sebesar 0,38% atau year on year sebesar 4,28%. Inflasi inti ini terkait langsung dengan aktivitas normal ekonomi Indonesia. Inflasi sebesar 6,96 % pada tahun 2010 masih tergolong inflasi ringan sesuai dengan teori yang dipaparkan diatas. Inflasi kumulatif sepanjang tahun 2010 adalah sebesar 6.96 persen sedangkan pemerintah telah menetapkan target inflasi tahun 2010 sebesar 5 persen dengan deviasi 1 persen.
¥  PENYEBAB TINGGINYA ANGKA INFLASI TAHUN 2010
Tahun 2010, sumbangan tebesar inflasi berasal dari bahan makanan yang mencapai 3,5 persen. Data BPS perihal inflasi tahun 2010 menunjukan, komoditas beras masih menjadi penyumbang inflasi sepanjang Januari-Desember 2010 dengan andil mencapai 1,29 persen. Diikuti oleh komoditas tarif listrik 0,36 persen dan cabai merah 0,32 persen.
Berikut 10 besar penyumbang inflasi terbesar sepanjang tahun 2010 :

1. Beras, kontroibusi pada inflasi 1,29 persen
 2. Tarif listrik (0,36 persen)
 3. Cabai merah (0,32 persen)
 4. Emas perhiasan (0,27 persen)
 5. Bawang merah (0,25 persen)
 6. Nasi dengan lauk (0,24 persen)
 7. Cabai rawit (0,22 persen)
 8. Jasa perpanjangan STNK (0,22 persen)
 9. Rokok kretek filter (0,16 persen)
 10. Daging ayam ras (0,15 persen).
BPS mencatat selam tahun 2010, kelompok-kelompok pengeluaran mengalami inflasi masing-masing bahan makanan 15,64 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 6,96 persen, kelompok perumahan air listrik, gas, dan bahan bakar 4,08 persen, serta kelompok sandang 0,45 persen. Meningkatnya harga-harga di sektor bahan makanan karena pasokan yang terbatas karena gagal panen menjadi salah satu penyebab. Sebagai contoh harga beras antara Januari 2010 dan Januari 2011 telah naik sebesar 22.74 persen menjadi Rp9.200,- per kilogram, sementara harga beras termurah juga dilaporkan naik 22.60 persen menjadi sebesar Rp7.452 per kilogram. Harga minyak goreng umum antara Januari 2010 dan Januari 011 naik 14.71 persen menjadi sebesar Rp7.452,- per kilogram (Kompas, Selasa 8 Februari 2011) sedangkan harga cabai sempat mencapai di atas Rp100.000,- per kilogram. Harga wajar cabai adalah antara Rp20.000,- sd Rp30.000,-.per kilogram.
Hal tersebut terjadi karena cuaca yang tidak menentu sepanjang tahun 2010. Dalam kondisi normal kita akan mengalami musim panas pada bulan April sampai Oktober dan mengalami musim penghujan pada bulan November sampai dengan bulan Maret. Sepanjang tahun 2010 kita tidak mengalami musim panas karena hampir sepanjang tahun terjadi hujan dan para ahli cuaca menyebutnya pada periode musim panas yang terjadi hujan disebut sebagai musim panas basah.
Anomali cuaca ini mengakibatkan panen terganggu bahkan gagal panen, untuk tanaman tertentu seperti cabai, musim hujan ini mengakibatkan cabai cepat membusuk sedangkan hujan terus-menerus mengakibatkan banjir menggenangi sawah   sehingga tanaman padi menjadi rusak.
Akibat lanjutannya adalah produksi berkurang sementara permintaan beras terus bertambah sehingga berlakulah hukum   permintaan dan penawaran yaitu apabila permintaan terhadap suatu barang meningkat sedangkan jumlah barang yang tersedia terbatas atau berkurang maka harga akan meningkat.
Dengan demikian dapat dipahami apabila pemerintah segera membuka keran impor terutama untuk bahan makanan dengan memberlakukan pajak impor nol persen, dengan melakukan impor tersebut maka pasokan bahan makanan ke pasar akan meningkat sehingga permintaan akan bahan makanan dapat dipenuhi dan diharapkan harga menjadi turun kembali normal. Memang dengan impor tersebut yang dirugikan adalah para petani karena harga-harga akan terkerek turun dan kebijkan impor tersebut harus segera disetop apabila harga-harga sudah normal kembali sebab kalau   impor tidak disetop maka harga akan terus jatuh dan yang dirugikan adalah para petani. Alasan mengapa bahan makanan yang lebih diutamakan pemerintah untuk di impor daripada yang lain karena penyumbang inflasi yang terbesar adalah bahan makanan. Berikut data inflasi kelompok bahan pangan dibanding lainnya :
Selain itu beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga dengan adanya kenaikan harga akan   mempunyai implikasi yang sangat luas baik sosial maupun politik. Dengan inflasi 2010 sebesar 6.96 persen dan inflasi pada kelompok bahan makanan sebesar 2.21 persen maka kelompok ini menjadi penyumbang terbesar inflasi yaitu sekitar 32 persen.
Cara lain untuk meredam inflasi adalah melalui sektor perbankan yaitu dengan menyerap dana yang ada di masyarakat melalui instrumen tabungan perbankan. Agar menarik masyarakat menyimpan dananya di perbankan maka perlu diberikan insentif salah satu di antaranya adalah dengan menaikkan suku bunga simpanan. Kenaikan tersebut cepat atau lambat akan direspons oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga simpanan sedangkan kenaikan suku bunga pinjaman akan sangat tergantung kepada tingkat efisiensi pada masing-masing bank.
Penetapan suku bunga simpanan selain mengacu pada BI rate juga mengacu pada ketentuan Lembaga Pejaminan Simpanan (LPS) yaitu berupa penetapan suku bunga simpanan maksimal yang akan dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan. Selama ini maksimal suku bunga simpanan yang dijamin oleh LPS adalah sebesar BI rate ditambah 0.5 persen sehingga suku bunga simpanan yang dijamin oleh LPS saat ini adalah maksimal   sebesar 7.25 persen dengan besaran simpanan maksimal Rp2 miliar.
Ketentuan tersebut berlaku untuk simpanan rupiah  dan tidak berlaku untuk nasabah Bank Perkreditan Rakyat atau BPR. Konsekuensi dari ketentuan tersebut di atas adalah apabila suatu bank menetapkan suku bunga simpanan di atas 7.25 persen dan bila terjadi sesuatu yang mengakibatkan bank mengalami gagal bayar sehingga nasabah tersebut tidak bisa menarik simpanannya maka LPS tidak dapat menggantinya.
Dengan meningkatnya suku bunga simpanan dari semula maksimal 7 persen menjadi maksimal 7.25 persen maka diharapkan masyarakat tertarik untuk menyimpan uangnya di bank sehingga uang yang beredar di masyarakat akan berkurang. Dengan berkurangnya uang beredar di masyarakat daya beli masyarakat akan ikut berkurang dan dengan asumsi persediaan  barang di pasar telah normal maka harga barang akan terkerek turun.
Dalam kenyataannya penerapan suku bunga simpanan maksimal hanya akan diberikan dalam kondisi tertentu misalnya kepada nasabah-nasabah inti atau loyal dan biasanya dalam jumlah yang signifikan.
Tentunya kenaikan inflasi global tahun 2010 jika dibiarkan akan menurunkan daya beli dan daya saing perekonomian. Berbagai cara untuk menanggulangi inflasi diserukan, seperti halnya menaikan suku bunga kebijakan (policy rate) atau kebijakan lain untuk mengelola terjadinya ekses likuiditas melalui pajak, giro wajib minimum, atau memberi disentif bagi pemodal jangka pendek. Adapun efek samping negatif dari kebijakan tersebut, yaitu ketidakseimbangan nilai tukar dan hambatan dalam ekspansi ekonomi.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Pada tahun 2010 keadaan laju inflasi di Indonesia sedang mengalami kenaikan yang luar biasa dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun sebelumnya. Bahkan pada tahun 2010 tingkat inflasi mendekati angka 7%. Tahun 2010, sumbangan tebesar inflasi berasal dari bahan makanan yang mencapai 3,5 persen.
Data BPS perihal inflasi tahun 2010 menunjukan, komoditas beras masih menjadi penyumbang inflasi sepanjang Januari-Desember 2010 dengan andil mencapai 1,29 persen. Diikuti oleh komoditas tarif listrik 0,36 persen dan cabai merah 0,32 persen. BPS mencatat selam tahun 2010, kelompok-kelompok pengeluaran mengalami inflasi masing-masing bahan makanan 15,64 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 6,96 persen, kelompok perumahan air listrik, gas, dan bahan bakar 4,08 persen, serta kelompok sandang 0,45 persen.
Meningkatnya harga-harga di sektor bahan makanan karena pasokan yang terbatas karena gagal panen menjadi salah satu penyebab. Hal tersebut terjadi karena cuaca yang tidak menentu sepanjang tahun 2010. Akibat lanjutannya adalah produksi berkurang sementara permintaan beras terus bertambah sehingga berlakulah hukum   permintaan dan penawaran yaitu apabila permintaan terhadap suatu barang meningkat sedangkan jumlah barang yang tersedia terbatas atau berkurang maka harga akan meningkat.
Dengan demikian dapat dipahami apabila pemerintah segera membuka keran impor terutama untuk bahan makanan dengan memberlakukan pajak impor nol persen, dengan melakukan impor tersebut maka pasokan bahan makanan ke pasar akan meningkat sehingga permintaan akan bahan makanan dapat dipenuhi dan diharapkan harga menjadi turun kembali normal. Alasan mengapa bahan makanan yang lebih diutamakan pemerintah untuk di impor daripada yang lain karena penyumbang inflasi yang terbesar adalah bahan makanan. Cara lain untuk meredam inflasi adalah melalui sektor perbankan yaitu dengan menyerap dana yang ada di masyarakat melalui instrumen tabungan perbankan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/
Boediono.  Seri Sinopsis Pengantar Ilmu ekonomi No : 5 ; Ekonomi Moneter, edisi 3. Yogyakarta : BPFE. 1990.
http://beritabaikdariindonesia.blogspot.com
Insukindro. Pengantar Ekonomi Moneter : Teori, Soal dan Penyelesaiannya. Yogyakarta : BPFE. 1987.
 http://www.scriptintermedia.com
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=205119:inflasi-2010-karena-faktor-iklim&catid=18:bisnis&Itemid=95